Mereka bersiap menyongsong dengan laras meriam mengarah ke sana. Ketika seluruh armada perang Portugis atau Paringgi yang menggunakan layar besar dengan salib merah masuk dalam jangkauan tembak. Maka serentak ratusan mulut meriam dari kapal-kapal perang Mujahidin memuntahkan bola-bola api dan melantakkan sebagian besar armada Portugis yang ditakuti di Selat Malaka dan belahan laut lainnya.
Armada kafir Portugis sama sekali tak menyangka. Kapal-kapal perang mereka hancur terbakar dengan hebat. Mereka panik. Dan hanya sebagian kecil yang berhasil putar haluan dan kembali ke lautan lepas. Itu pun dikejar oleh sampan-sampan kecil berlayar lebar milik para Mujahidin yang bisa bergerak lebih cepat dan gesit.
Sunda Kelapa yang telah berganti nama menjadi Jayakarta, telah dibebaskan seluruhnya. Kafir Potugis yang bernafsu menguasai bandar ramai dan strategis ini telah hancur dan dipukul mundur dengan kekalahan yang dahsyat. Sejak saat itu, sejarah mencatat, Portugis tidak pernah kembali lagi ke Jakarta.
1 Syawal 933 Hijriyah, Jayakarta dibebaskan dalam kumandang takbir dan tahmid yang memenuhi langit. Inilah yang dicatat oleh Kitab Al-Fatawi, sebuah kitab tua tulisan para ulama dan sesepuh Jayakarta asli, yang ditulis secara turun-temurun dengan sanad yang shahih oleh para mushonif, yang sampai saat ini tidak diketahui oleh mereka yang bangga dengan sebutan “Sejarawan Jakarta”. Adalah ulama Jayakarta bernama Ratubagus Ahmad Syari Mertakusumah, yang menyalin ulang kitab ini di awal abad ke-20, dengan huruf Arab Melayu dengan gaya yang khas, berikut peta wilayah, gambar rumah dan keraton Jayakarta yang asli, aneka senjata Mujahidin Jayakarta, dan sebagainya.
Berabad kemudian, sore hari, bada asar, hari Rabu, 19 April 2017, bertepatan dengan 23 Rajab 1438 Hijriyah, takbir dan tahmid kembali bergema di langit seluruh Jakarta. Warga Jakarta dengan gembira dan penuh syukur merayakan kembalinya Kota Kemenangan ini dari cengkeraman kekuatan asing yang berlawanan dengan nafas dan fitrah Jayakarta. Jakarta telah bebas dan kembali ke pangkuan umat Islam. Semoga Jakarta bisa kembali kepada jati dirinya sebagai Benteng Tauhid bagi bangsa dan negara ini. Amien ya Rabb al amiin. []
Penulis: Rizki Ridyasmara