Tak hanya sampai di situ, dr Tirta juga menyoroti tentang sejumlah demonstrasi yang terjadi di Indonesia belum lama ini. Ia meyakini ada benang merah yang berkaitan dengan pemasaran vaksin yang ditemukan WHO bernama COVAX serta pernyataan terbaru dari WHO soal pembatasan sosial di momen pandemi.
“Setelah demo omnibus law, WHO tiba-tiba ber-statement, lockdown nggak penting. Yang mengatakan adalah David Navarro (Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia, WHO). Ini suatu kebetulan yang sangat aneh,” ungkap Dr Tirta.
“Terjadinya demo ini, tiga hari kemudian WHO mengemukakan lockdown itu tidak penting. Dan memuji negara-negara yang tidak melakukan lockdown karena akan mengganggu ekonomi negara tersebut,” sambungnya.
Omnibus law bukan satu-satunya isu yang semestinya jadi sorotan. Ia menyebut demo yang terjadi mengaburkan kesepakatan penyebaran vaksin COVAX dari WHO di Indonesia yang sudah disahkan dalam Perpres No 99 Tahun 2020 sehari setelah omnibus law disahkan.
Sesuai aturan dalam perpres tersebut, ada beberapa golongan yang ditetapkan akan mendapatkan giliran vaksin. dr Tirta menyebut dirinya masuk di gelombang pertama yang tergolong dalam garda terdepan orang-orang yang menangani COVID-19.
“Saya merupakan salah satu penerima vaksin paling pertama. Tapi saya mengajari kalian, ternyata kita hanyalah pion-pion catur yang dimainkan oleh para elite global,” ucap dr Tirta.
Ia menyimpulkan virus COVID-19 yang berasal dari China sengaja disebar ke Indonesia. Hal ini dilihat dari data masuknya turis China ke Indonesia per Februari 2020. Turis-turis China disebut menjadi penyumbang pariwisata terbesar di Indonesia. (*)