Selain itu ada lagi fragmentation bomb atau cluster bomb, yang juga dijatuhkan dari pesawat tempur. Beberapa puluh meter di atas udara, cluster bomb yang awalnya terlihat hanya satu akan memecah diri menjadi ratusan bola-bola besi kecil seukuran bola tenis dan menyebar dalam radius ratusan meter persegi. Bom-bom kecil ini tidak segera meledak dan tergeletak di dalam tanah. Jika seorang anak kecil mengutak-atiknya karena dikiranya sebuah mainan, maka bom ini akan meledak dan membunuh atau merusak bagian tubuh di anak tersebut. Bom ini biasanya sengaja dijatuhkan di lokasi padat penduduk.
Lalu ada fosfor bomb yang bersifat membakar. “Zat fosfornya menempel di kulit, paru-paru, dan usus para korban selama bertahun-tahun, terus membakar dan menghanguskan serta menyebabkan nyeri berkepanjangan. Para korban bom ini akan mengeluarkan gas fosfor hingga nafas terakhir, ” ujar Doker Ang.
Dalam bukunya, dokter yang bersuamikan seorang warga Inggris ini mengatakan bahwa Israel jelas tidak ingin sekadar membunuh musuh-musuhnya namun juga ingin membuat musuh-musuhnya menderita berkepanjangan sebelum menemui ajal.
Pembantaian Sabra-Shatila
Sabra-Shatila adalah nama dua buah kamp pengungsian Palestina di wilayah Beirut Barat yang letaknya berhimpitan. Selain Sabra-Shatila, ada pula kamp pengungsi Mar Elias, Bour el-Brajneh, dan sebagainya.
Seperti layaknya kamp-kamp pengungsian Palestina lainnya, kamp pengungsian Sabra-Shatila yang luasnya tidak begitu besar dihuni oleh ribuan warga Palestina. Mereka tinggal di dalam kamar-kamar sempit dan kumuh di mana fasilitas sanitasi dan kesehatan sangat tidak layak.
Beberapa pekan bertugas di Beirut, untuk menghentikan serangan membabi-buta yang dilakukan Israel, para pejuang Palestina akhirnya dievakuasi keluar dari Beirut diangkut dengan kapal-kapal laut di bawah kawalan Perancis dan Italia. PBB Mengirim sejumlah pasukan penjaga perdamaian. Sebab itu, Israel kemudian menghentikan serangannya, setidaknya untuk sementara waktu. Ini terjadi beberapa saat mendekati September 1982.
Di Beirut, orang-orang keluar dari tempat perlindungan dan membersihkan semua puing-puing dan jalanan. Harapan hidup kembali bersinar di mata-mata mereka. Bukan itu saja, sesuai permintaan PBB, para ibu-ibu Palestina juga menyerahkan semua senjata api yang tadinya disimpan di dalam rumah sebagai alat penjagaan diri kepada lembaga internasional.
“Harapan akan perdamaian terlihat di mata mereka. Para ibu-ibu Palestina menyerahkan semua senjata yang mereka miliki. Mereka mulai membersihkan jalan dan puing-puing rumahnya. Anak-anak kecil mulai bisa berlarian, bermain di jalan-jalan yang masih terlihat kotor oleh puing-puing yang disingkirkan ke pinggirnya. Mereka sangat yakin bahwa kehidupan akan pulih seperti sedia kala, ” ujar Dokter Ang.