Sebagian dari Benteng Zeeburg berada di utara Museum Bahari, sementara sisanya berdekatan dengan tembok batu bata baru, yang dibangun warga Pasar Ikan dan akhirnya sudah diratakan untuk pembangunan kawasan hijau di daerah Jakarta Utara.
Benteng Pertahanan Defensieljn van den Bosch
Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch adalah arsitek yang pawai dalam hal garis pertahanan, dan benteng yang dibuatnya dinamakan menurut namanya, yakni Defensieljn van den Bosch.
Johannes van den Bosch lahir di Herwijnen, Lingewaal, 1 Februari 1780. Kapal yang membawanya mulai tiba di Pulau Jawa tahun 1797, sebagai seorang letnan. Tetapi pangkatnya cepat dinaikkan menjadi kolonel. Ia memerintah antara tahun 1830 – 1834.
Pada masa pemerintahannya Tanam Paksa (cultuurstelsel) mulai direalisasi, setelah sebelumnya hanya merupakan konsep kajian yang dibuat untuk menambah kas pemerintah kolonial maupun negara induk Belanda.
Hal itu dilakukan karena Kerajaan Belanda kehabisan dana akibat peperangan di Eropa maupun daerah koloninya, terutama di Jawa dan Pulau Sumatera.
Pada tahun 1810, ia sempat dipulangkan ke Belanda karena perbedaan pendapat dengan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Di Belanda, ia diangkat kembali sebagai kolonel di ketentaraan dan menjadi Panglima Maastricht.
Di Belanda karier militernya membuatnya terlibat sebagai komandan di Maastricht dengan pangkat sebagai Mayor Jenderal. Di luar kegiatan karier, Van den Bosch banyak membantu menyadarkan warga Belanda akan kemiskinan akut di wilayah koloni.
Pada tahun 1827, dia diangkat menjadi jenderal komisaris dan dikembalikan ke Batavia, hingga akhirnya menjadi Gubernur Jenderal pada tahun 1830.
Van den Bosch kembali ke Belanda sesudah lima tahun. Dia pensiun secara sukarela pada tahun 1839, lima tahun kemudian ia meninggal di Den Haag, 28 Januari 1844 pada umur 63 tahun. Van den Bosch adalah Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke-43.
Selama karirnya, ia membuat benteng di atas dan dibawah Batavia yang sangat panjang. Benteng yang rencana awalnya akan menjadi garis pertahanan ini kemudian dinyatakan gagal karena kurang manfaatnya.
Benteng itu terbentang dari ujung selatan jalan Bungur Besar yang kini berada di belakang stasiun Senen, memanjang ke arah utara Batavia.
Dari ujung yang utara itu, garis petahanan membelah ke arah barat melalui Sawah Besar, Krekot hingga Gang Ketapang.
Kemudian bentang garis pertahanan itu membelok ke arah selatan melalui Petojo sampai ke sebelah barat Lapangan Monas.
Dari sini, garis pertahanan itu masih diteruskan lagi sampai ke Tanah Abang, kemudian membelok ke arah timur melalui Jalan Kebon Sirih, Jembatan Prapatan dan Kramat Bunder.
Belum lagi terowongan bawah tanah Batavia yang membentang ratusan atau mungkin ribuan meter yang saling menghubungkan antara satu gedung ke gedung lain.
Hingga kini hanya sebagian kecil saja terowongan yang terkuak, seperti terowongan bawah tanah di bawah stasiun Tanjung Priok.
Selain itu ditemukan pula beberapa terowongan bawah tanah dibawah gedung-gedung tua di kawasan Kota Tua di Jakarta.
Baru-baru ini juga ditemukan ruang bawah tanah dan terowongan bawah tanah di bawah Musium Fatahilah.
Sedangkan sisa terowongan-terowongan bawah tanah dan bunker di bawah Batavia lainnya, hingga kini masih misterius.
Jadi belum bisa disimpulkan berapa panjang keseluruhan benteng yang memutari dan membeleh kota Batavia dari berbagai penjuru. Belum diketahui pula, berapa lama bangunan itu dibuat, dari era gubernur jenderal siapa hingga gubernur jenderal siapa. Juga, berapa jumlah pekerja paksa selama pembuatan benteng untuk garis pertahanan di kota Batavia itu?