Dengan iming-iming makanan dan beberapa penghargaan lainnya yang tak seberapa, anak-anak kecil di Somalia resmi menjadi tentara. Usia mereka sekitar 10 tahun. Mereka dipersiapkan untuk menghadapi kondisi Somalia yang semakin hari semakin buruk.
Seperti kita ketahui, Somalia tertimpa konflik dan kericuhan tiada akhir. Konflik yang juga banyak direcoki oleh kekuatan asing, terutama AS. Dengan dalil seperti biasa “memerangi teroris Al Qaidah” AS banyak berperan dalam peta kekinian Somalia—yang kemungkinan besar bisa berubah menjadi Iraq berikutnya. Tidak heran, karena hal itu, banyak sekali anak-anak kecil yang terpaksa beralih ‘profesi’ menjadi tentara.
Menurut Isabella Castrogiovanni, penggunaan anak-anak sebagai tentara di Somalia bukan suatu fenomena yang baru. “Ini adalah rekrutmen sistemik dan alamu yang yang sudah terjadi dan bersifat menyeluruh (di seluruh negeri).” Ujarnya kepada AFP. Isabella adalah petugas senior UNICEF dan menurut badan khusus PBB itu, saat ini diperkirakan ada ribuan anak-anak yang menjadi tentara.
Menurut UNICEF, anak-anak itu bahkan direkrut langsung dari sekolah dan kamp pengungsian mereka. Artinya, hal ini sudah menjadi sesuatu yang legal. Somalia sudah tak bertahun-tahun lamanya terjerat konflik yang kronis semejak lengsernya presiden Mohamed Siad Barre tahun 1991.
Selain imbalan sedikit uang dan makanan, motif balas dendam juga menjadi salah satu yang mendasari banyak anak Somalia untuk mengangkat senjata. Hussein Abdi, 13, mengatakan bahwa ia sudah bergabung dengan militer sejak tahun 2007 karena ingin membalas kematian keluarganya.
Mohamed Abdulkadir Mursal, 15, mengatakan bahwa menjadi tentara mungkin terlalu berat untuk anak seusianya. “Saya tak peduli. Saya pikir, ini karena saya memang harus menjalaninya seperti ini.” ujarnya.
Bukan hanya anak laki-laki saja, anak perempuan sama halnya. Bedanya, anak-anak perempuan ini ditempatkan di barak logistik.
“Kami tidak mendapatkan bayaran tetap dari pemerintah. Tapi jika kami berperang, maka kami akan selalu mendapatkan uang.” terang Ali Yare, 13 tahun, yang mengharapkan imbalan sepeda sebagai jasanya di dunia militer. Menurut anak yang lain, “Jadi tidak heran, jika kami bisa begitu saja menembak yang kami anggap sebagai lawan.”
Anak-anak itu tidak sadar, dengan tanpa alasan yang jelas, mereka demikian mudah membunuh saudara sebangsanya sendiri, bahkan juga sesama orang Islam. (sa/afp)