Dari Mimpi Seorang Anak di Tahun 1960, Apakah Taliban Kini yang Akan Realisasikan?

Aku adalah teman dekat Muhammad bin Ladin, ayah Usamah bin Ladin. Berkali-kali aku datang ke perusahaannya. Dan kerap pula aku berkunjung ke rumahnya untuk urusan pekerjaan terkait proyek pembangunan. Disela-sela perbincangan, terkadang obrolan kami terganggu oleh anak-anaknya yang bermain, dan kemudian dia menyuruh mereka untuk pergi bermain keluar.”

‘Namun, aku heran mendapati dia selalu meminta seorang anak laki-lakinya untuk duduk disampingnya. Aku bertanya kepadanya, ‘Mengapa tidak engkau suruh anakmu ini bermain dengan saudara-saudaranya yang lain? Apa dia sakit?’

Muhammad bin Ladin tersenyum dan berkata, ‘Dia tidak sakit. ِAda yang istimewa pada anakku yang satu ini.’

Ketika aku tanya nama anak itu, ayahnya menjawab, ‘Namanya Usamah. Umurnya sembilan tahun. Aku akan ceritakan kepadamu suatu keanehan yang terjadi beberapa hari lalu.

Anakku ini bangun tidur beberapa menit sebelum waktu shalat subuh tiba dan bercerita kepadaku, ‘Ayah, aku ingin bercerita tentang mimpi yang aku alami.’ Aku kira dia baru saja bermimpi buruk malam itu. Aku ambil air wudhu, kemudian aku ajak dia ke masjid.

Di tengah jalan, ia berkata: ‘Dalam mimpiku itu, aku melihat diriku berada di sebuah tempat rata dan sangat luas. Aku melihat sepasukan tentara menunggang kuda putih bergerak ke arahku. Tentara-tentara itu seluruhnya mengenakan surban berwarna hitam. Salah seorang penunggang kuda, dengan matanya yang berkilau, mendatangiku dan bertanya, ‘Apakah kamu Usamah bin Muhammad bin Ladin?’ Aku menjawab, ‘Ya’.

Kemudian dia bertanya lagi, ‘Apakah kamu Usamah bin Muhammad bin Ladin?’ Aku jawab lagi, ‘Ya, benar. Itu nama saya.’ Dia ulang kembali pertanyaannya, ‘Apakah kamu Usamah bin Muhammad bin Ladin?’ kemudian saya jawab, ‘Demi Allah, aku adalah Usamah bin Ladin.’ Dia menganggkat sebuah bendera ke arahku dan berkata, ‘Serahkan bendera ini kepada Imam Mahdi Muhammad bin Abdullah di gerbang Al-Quds.’ Aku raih bendera itu dari tangannya, dan kemudian aku lihat para tentara itu berjalan beriringan di belakangku.’

Muhammad bin Ladin berkata, ‘Aku Tercengang mendengarnya. Namun karena urusan pekerjaan, aku lupa tentang mimpi itu. Pagi hari berikutnya, dia membangunkanku sebelum Shubuh dan menceritakan mimpi yang sama. Kejadian itu berulang lagi di pagi ketiga. Di hari ketiga itu, aku mulai mengkhawatirkan anakku ini. Aku memutuskan untuk membawa anakku kepada orang alim yang mahir tentang tafsir mimpi.’