Eramuslim.com – Infrastruktur. Istilah ini sangat digemari oleh rezim penguasa sekarang, dan seringkali dijadikan tameng bagi perilaku ngutang gila-gilaan yang mereka lakukan. Dengan dalih membangun infrastruktur, misal Tol Laut walau ini sesungguhnya istilah absurd bahkan bagi profesor sekelas Yusril Ihza Mahendra, namun tetap saja rezim ini berutang ke sana-sini dalam jumlah besar. Disangkanya rakyat Indonesia semuanya sama koplaknya dengan mereka.
Sebenarnya untuk membangun infrastruktur tidak melulu memerlukan uang. Tentu saja, hal ini bisa dilakukan jika pemimpin Indonesia seorang yang cerdas dan cakap, sebuah kualitas yang saat ini tidak dimiliki oleh sekarang yang berkuasa.
Mari kita simak satu kisah nyata tentang bagaimana Presiden pertama RI bernama Ir. Soekarno dengan kecerdikannya memaksa AS untuk tunduk pada kemauannya.
Alkisah, suatu hari Soekarno tergopoh-gopoh keluar dari kamarnya. Pagi itu perutnya melilit dan terburu-buru hendak masuk toilet Istana. Sesaat sebelum masuk, ia menunjuk ke arah tumpukan koran, yang setiap pagi ditaruh di muka kamarnya.
Kepada anak sulungnya, Guntur Soekarnoputera, dia memerintah, “Heh, ayo cepat, itu koran semua aku mau baca di kakus!”
Namun Guntur malah ‘menyandera’ harian Suluh Indonesia, corong Partai Nasional Indonesia itu sembari bertanya, “Apa benar ini berita Bapak menukar Pope dengan jalan bypass?”
Pope yang dimaksud adalah Allen Lawrence Pope, pilot asal Amerika Serikat yang pesawatnya, B-26 Invader, ditembak jatuh TNI di Maluku pada 1958. Saat itu Pope, yang pensiunan militer Amerika, tengah menjalani misi pengeboman CIA buat menyokong pemberontakan Perdjuangan Rakjat Semesta alias Permesta. Pope awalnya disebut Amerika sebagai tentara bayaran. Nahas bagi Pope. Saat dibekuk, dia membawa banyak dokumen yang mengindikasikan dia memang bekerja buat CIA lewat Civil Air Transport, maskapai yang dipakai dinas rahasia Amerika itu buat operasinya di Timur Jauh. Pope setidaknya 12 kali membombardir lapangan udara TNI dan pelabuhan sipil di Maluku dan Sulawesi.
Walau pria asal Miami itu hanya mengakui dua misi penerbangan saja, tapi pengadilan Indonesia pada 1960 memvonisnya hukuman mati.
Pada 1961, Presiden Dwight D. Eisenhower diganti John F. Kennedy. Gaya politik luar negeri Amerika pun berubah dan lebih bersahabat terhadap Indonesia. Soekarno, yang sebelumnya akan digergaji kursi presidennya, malah diundang ke Gedung Putih. Diduga saat itulah masalah Pope dibahas. Setahun setelah pertemuan itu, Pope diam-diam diantar pesawat pulang ke Negeri Paman Sam. Sebelum dia dipulangkan, Soekarno berpesan, ”Jangan muncul ke publik, jangan membuat cerita aneh-aneh. Pulang dan menghilanglah dan kami akan melupakan semuanya.” Kisah ini termuat dalam buku Subversion as Foreign Policy The Secret Eisenhower and Dulles Debacle in Indonesia.
Pemulangan Pope itu tidaklah gratis. JFK mesti membarternya dengan pesawat angkut Hercules dan dana pembangunan jalan bypass dari Cawang ke Tanjung Priok. Dan AS menyetujuinya.
Lain lagi cerita Bambang Avianto, putra sulung Marsekal Pertama Joko Nurtanio. Anak penggagas industri penerbangan Indonesia itu menunjuk pada bangkai helikopter Bell-47 J2A Roger, yang 30 tahun teronggok di ujung landas pacu Husein Sastranegara. Bambang mengatakan helikopter kepresidenan era Sukarno itu merupakan hadiah Presiden Kennedy. Helikopter berjulukan si Walet itu status resminya hadiah, tapi sejatinya bagian dari barter dengan Pope.
“Itulah salah satu kelebihan diplomasi Bung Karno,” ujarnya.
Kennedy memang ingin menjauhkan Soekarno dari Cina dan Uni Soviet. Taktik yang dipakai adalah memberi bantuan nonmiliter. Namun bernarkah Soekarno menukar Pope dengan pesawat dan sejumlah proyek pembangunan?
Ketika Guntur Soekarnoputera mendesak soal itu, ayahnya cuma tertawa, memperlihatkan gigi gingsulnya yang membuatnya tambah digandrungi banyak wanita.
Usai urusannya di toilet istana pada tahun 1960-an itu, Soekarno memanggil Guntur dan sambil bercanda berkata, “Mudah-mudahan Amerika kirim Pope yang lain. Kalau tertangkap nanti, aku minta tukar dengan Ava Gardner dan Yvonne de Carlo!” Kedua nama perempuan itu merupakan dua artis jelita papan atas milik AS pada masanya. Nah, itulah Soekarno.
Jika kita melintasi jalan lurus by-pass yang melintang vertikal dari Cawang di selatan sampai ke Priok di utara, jangan pernah lupa jika jalan tersebut ada karena kecerdikan seorang putera bangsa bernama Soekarno dalam memaksa Amerika Serikat. Semoga saja orang-orang yang sekarang memimpin negeri ini jika melintasi jalan tersebut juga ingat akan sejarah ini sehingga muncul rasa malu untuk berutang dengan dalih membangun infrastruktur. (ts)