Seperti Perjanjian Persahabatan yang ditandatangani di Sungai Delaware pada 1787, misalnya. Kesepakatan antara Abdel-Khak dan Muhammad Ibnu Abdullah tersebut menjelaskan hak-hak masyarakat Indian di bidang perdagangan, pelayaran maritim, dan pemerintahan—yang pada waktu itu sejalan dengan Islam.
“Sayangnya informasi semacam ini sangat jarang diketahui orang banyak karena tidak pernah disebutkan dalam buku-buku sejarah,” ujar Mahir.
Menurutnya, banyak istilah yang digunakan oleh komunitas Indian yang dipengaruhi kata-kata dari bahasa Arab, Persia, dan Ibrani. Bahkan, aturan berbusana yang melekat pada orang-orang Indian di masa lampau, terutama suku Cherokee, juga banyak mendapat sentuhan nilai-nilai Islami.
“Jika Anda membuka salah satu buku tua yang berisi tentang pakaian tradisional masyarakat Cherokee sampai pada 1832, maka Anda akan melihat kaum pria mengenakan sorban, sedangkan kaum perempuannya memakai penutup kepala yang panjang,” tuturnya.
Tidak hanya itu, kata Mahir lagi, pemimpin Cherokee terakhir yang hidup pada abad ke-19 juga memiliki nama Muslim, yaitu Ramadhan Ibnu Wati. Namun, pengaruh Islam yang pernah tumbuh di kalangan masyarakat Indian tersebut kini seakan-akan punah. Hari ini, tanah leluhur mereka, benua Amerika, hampir seluruhnya diwarnai oleh peradaban Barat.(rol)