Soeharto marah besar. Buku tersebut dilarang untuk beredar. Pimpinan-pimpinan mahasiswa ditangkap. Termasuk Rizal Ramli, Heri Akhmadi, Indro Tjahjono, Irzadi Mirwan (alm), Al Hilal, Ramles Manampang, Jusman SD, Joseph Manurung, Kemal Taruc, dan sebagainya. Penangkapan mahasiswa ini justru makin membangkitkan solidaritas dari mahasiswa Indonesia. Kampus-kampus lain semakin masif ikut bergerak. Selain menuntut diturunkannya Presiden Soeharto, mereka juga menuntut agar para pimpinan mahasiswa dibebaskan.
Salah besar apabila menganggap bahwa pergerakan mahasiswa hanyalah bentuk protes yang tidak berdasar. Gerakan mahasiswa 1978 membuktikannya. Mengenang apa yang pernah terjadi pada tahun 1977–1978, Rizal Ramli dalam sebuah wawancara mengatakan:
”Apa yang terjadi pada tahun 1977 dan 1978 diawali dari kegiatan membaca dan diskusi. Dari membaca, kami mengetahui apa yang terjadi di berbagai belahan dunia. Kami memperoleh kesempatan berdialog langsung dengan para pemikir besar dunia. Di zaman itu, buku-buku terbatas dan beberapa dilarang (oleh pemerintah) untuk dibaca. Kami mencari buku di pasar loak. Sekalinya kami memperoleh buku yang bagus, buku tersebut dipinjamkan kepada teman-teman lain. Buku beredar dari satu mahasiswa ke mahasiswa lain agar semua bisa membaca. Buku lalu kami diskusikan. Agar tidak diikuti intel, diskusi kami adakan berpindah-pindah dari satu kos ke kosan yang lain.” (konfrontasi)
Penulis: Alea Eka Putri