Bank Vatikan atau Instituto per le Opere di Religione (IOR) merupakan institusi keuangan yang memiliki kekayaan dan pengaruh yang sangat besar, tidak saja di dalam lingkungan kepausan tetapi juga merambah ke seluruh dunia. Namun yang tidak banyak diduga, Bank Vatikan ini ternyata memiliki jaringan kerjasama dengan mafia narkotika, P2, Freemason, mafia uang palsu, dan sebagainya. Yang terakhir ini dipaparkan secara gamblang oleh David Yallop di dalam karyanya “In God’s Name: an Investigation Into the Murder of Pope John Paul I” (1984).
Dalam bukunya, Yallop memaparkan secara berani masa-masa awal Bank Vatikan di bawah kepemimpinan Paus Pius XI. Paus ini merupakan paus pertama yang melakukan pengubahan dengan tegas sikap Gereja Katolik Roma terhadap riba (Usury). Paus Pius XI memperlunak sikap Gereja Katolik Roma yang telah ratusan tahun mengharamkan setiap jenis dan tingkatan riba, sehingga bersikap longgar terhadapnya.
Dalam pengertian sederhana, riba merupakan semua uang yang dihasilkan atau diperoleh dari usaha meminjamkan uang dengan menarik bunga atas pinjaman pokok, yang disebabkan faktor jangka waktu peminjaman. Sejak dulu, Gereja Katolik Roma bersikap keras terhadap hal ini dan menentangnya dengan alasan utama bahwa hal tersebut bertentangan dengan Hukum Tuhan, sama persis dengan ajaran Islam.
Berbagai konsili berkali-kali diselenggarakan dengan menekankan larangan atau pantangan ini. Antara lain Konsili Arles di tahun 314 Masehi, Konsili Nice 324M, Konsili Chartago 345M, Aix en Provence 789, dan Lateran 1159. Bahkan pada setelah Konsili Lateran, sikap keras terhadap riba ini bertambah-tambah dengan pemberlakuan hukum pengucilan (isolasi) terhadap para pemungut riba.
Sikap keras ini oleh Paus Pius XI diubah menjadi lebih lunak. Pengertian riba yang semula begitu lugas dan tegas oleh Paus Pius XI hanya dibatasi pada pemungutan bunga yang dianggap terlalu tinggi, sedangkan pemungutan bunga yang tidak terlalu tinggi dianggap bisa diterima.
Perubahan sikap ini, yang dilakukan Paus Pius XI, memiliki latar belakang. Yaitu membuka jalan bagi Bernardino Nogara, seorang jenius kelahiran Bellano, Italia, tahun 1870. Bernardino merupakan adik kandung dari Mgr. Nogara, orang kepercayaan Paus, untuk memimpin sebuah lembaga baru yang akan dibentuk.
Indra Adil, penulis novel konspirasi “The Lady Di Conspiracy: Misteri di Balik Tragedi Pont de L’Alma” (Alkautsar: 2007) menyinggung sedikit tentang hal ini. “Lembaga baru yang dibentuk Paus Pius XI ini memiliki tugas mengelola semua bisnis Vatikan, yang pengelolaannya berjalan tanpa campur tangan Paus. Ini yang diminta Nogara jika Paus menginginkan dirinya memimpin lembaga baru tersebut. Nogara meminta Paus memberikan kebebasan penuh kepadanya untuk menginvestasikan dana milik Vatikan ke dalam bidang apa pun di dunia, tanpa melewati pertimbangan-pertimbangan religius dan dokrinal apa pun, ” demikian Indra (hal. 357).
Entah mengapa, Paus Pius XI begitu saja menyetujui permintaan Nogara dan membiarkan Nogara mengelola dana milik Vatikan di dalam bisnis spekulasi uang, valuta asing, dan jual beli saham, termasuk saham-saham dari perusahaan yang produknya bertentangan dengan doktrin Gereja seperti perusahaan senjata dan juga alat-alat kontrasepsi, sesuatu yang selalu dikutuk Gereja di dalam kotbah-kotbah para imam.
Jaringan Mussolini dan Hitler
Yang tidak diketahui banyak kalangan, termasuk umat Katholik Roma sendiri, modal dasar bagi lembaga baru Vatikan ini ternyata dana dari kantong Benito Mussolini, pemimpin fasis Italia yang bersekutu dengan Hitler dalam Perang Dunia II.
Mussolini menyerahkan uang senilai 750 juta lira plus 5% dari nominal satu miliar lira, yang dalam kurs tahun 1929 bernilai sama dengan 81 juta US dollar. Inilah modal awal dari Bank Vatican yang disebut juga sebagai Vatican Incorporated.
Kerjasama antara Paus dengan Mussolini ini melewati seorang perantara yang juga berperan sebagai ahli hukum bernama Francesco Pacelli. Lewat orang ini pula, hubungan antara Paus dengan Mussolini berkembang hingga ke sosok Hitler.
Sekretaris Negara Vatikan, Kardinal Eugenio Pacelli, yang juga saudara lelaki dari Francesco, memegang peranan penting dalam perjanjian dengan Hitler yang hingga tahun 1943 saja telah mampu menambah laba untuk Vatikan sebesar 100 dollar AS lagi. Kardinal Pacelli sendiri kelak akan menjabat sebagai Paus Pius XII yang juga dikenal dalam sejarah Gereja sebagai Paus yang pro Nazi.
Dalam Perang Dunia II, Paus Pacelli atau Paus Pius XII mengalami tekanan dari Sekutu yang dikuasai lobi Yahudi untuk memutuskan hubungan dan mengucilkan dengan Hitler. Namun Paus Pius XII tetap menolaknya.
Sikap Paus Pius XII bertolak belakang dengan Paus John XXIII, Angelo Roncalli, yang pro Yahudi dan anti Hitler. Bahkan di masa John XXIII-lah para pejabat Vatikan diperbolehkan menjadi anggota Freemasonry. Sesuatu yang dulunya dilarang keras.
Anehnya, semasa dengan Paus John XXIII, Grandmaster Biarawan Sion bernama Plantard juga memakai gelar John XXIII. Keduanya juga secara aneh meninggal bersamaan tahun pada 1963. Dan para cendekiawan pengkaji Injil Gnostik percaya bahwa Paus John XXIII adalah anggota dari Biarawan Sion. (bersambung/Rizki Ridyasmara)