Eramuslim.com – Sekarang ini, pemisahan lokasi di fasilitas dan angkutan umum antara lelaki dan perempuan sepertinya hal baru, seperti yang terjadi di Bus Trans Jakarta di mana bagian depan dekat supir diperuntukan bagi perempuan dan bagian belakang khusus untuk pria, juga di gerbong kereta api yang sekarang ada gerbong khusus perempuan, dan sebagainya. Salah satu alasannya adalah demi keamanan dan kenyamanan perempuan itu sendiri. Namun tahukah kita jika pada zaman dahulu, hal yang sama juga berlaku di dalam gedung bioskop?
Sekarang, bioskop sering disalahgunakan sebagai tempat melakukan kemaksiatan. Namun dahulu, itu sesungguhnya sudah diantisipasi. Dahulu, bioskop memberlakukan pemisahan tempat duduk antara pria dengan wanita.
Dalam buku kecilnya berjudul “Nostalgia di Jakarta: Cuplikan Kisah-Kisah ‘Edan’ Seputar Jakarta di Masa Lalu” (Javamedia: Juni 2008), Zaenuddin HM, seorang jurnalis senior kelahiran Betawi yang kini aktif di salah satu harian nasional, menulis salah satu fakta yang sangat menarik tentang bioskop di Djakarta Tempo Doeloe.
Pada halaman 31 dengan judul tulisan “Pulang Nonton Bioskop, Suami-Isteri Berpisah” ditulis bahwa dahulu kala di Jakarta belum banyak berdiri bioskop seperti sekarang ini. Zaenuddin HM menulis, “Sejak tahun 1900-an dunia film Indonesia sudah ada dan mulai tumbuh. Di Jakarta khususnya, film diputar melalui bioskop keliling. Waktu itu memang belum ada gedung bioskop permanen. Lagi pula film-film yang diputar kala itu masih jenis film gagu alias tidak ada suara dan dialog di dalam ceritanya…”