Dia mengemukakan beberapa alasan kenapa menyebut Whatsapp sebagai aplikasi berbahaya.
Pertama, adanya backup. Pengguna tidak ingin kehilangan obrolan lamanya saat mengganti ponsel, jadi dilakukan backup percakapan di layanan seperti iCloud, seringkali backup ini tidak dienkripsi.
Kedua, backdoors. Penegak hukum tidak terlalu senang dengan enkripsi, jadi mereka memaksa pengembang aplikasi untuk diam-diam menanam kerentanan di aplikasi. Backdoors biasanya disamarkan sebagai kelemahan keamanan ‘tidak disengaja’.
“Saya tahu itu karena kami telah didekati oleh beberapa dari mereka dan saya menolak untuk bekerja sama. Akibatnya, Telegram dilarang di beberapa negara di mana WhatsApp tidak memiliki masalah dengan pihak berwenang, paling mencurigakan di Rusia dan Iran,” terangnya.
Ketiga, ada kelemahan dalam implementasi enkripsi. Pavel Durov mempertanyakan enkripsi yang diterapkan oleh WhatsApp. Alasannya kode sumbernya sendiri disembunyikan dan biner aplikasi dikaburkan, membuat enkripsi sulit dianalisis.
“Facebook telah menjadi bagian dari program pengintaian jauh sebelum mereka mengakuisisi WhatsApp. Adalah Naif untuk berpikir perusahaan akan mengubah kebijakannya setelah akuisisi,” ujar Pavel Durov, seperti dikutip CNBC Indonesia dari Independent, Jumat (22/11/2019).
Bos Telegram ini mengambil contoh pernyataan dari Pendiri WhatsApp, Brian Acton yang menyesal menjual aplikasi ini ke Facebook dengan mengatakan “Saya menjual privasi pengguna untuk keuntungan yang lebih besar.”
Pavel Durov menambahkan kurangnya bukti akan adanya eksploitasi masif di WhatsApp telah membuat Facebook selama ini nyaman.
“Yakinlah, kerentanan keamanan sebesar ini pasti telah dieksploitasi,” jelasnya.
Pavel Durov menambahkan kekonsistenan kerentanan keamanan yang ditemukan dalam WhatsApp menunjukkan keterlibatan Facebook dengan pemerintah dan agen intelijen.
“Kecuali jika Anda tidak masalah foto dan chatting menjadi publik suatu hari nanti, Anda harus delete WhatsApp dari ponsel,” jelas Pavel Durov.(mr/cnbc)