Dalam uraiannya, Radford melihat bahwa ramalan satu paragraf Browne bermasalah dalam tata bahasa. Khususnya pada diksi ‘di sekitar’ yang digunakan Browne untuk merujuk wabah penyakit tersebut. ‘Diksi di sekitar 2020’, kata dia, bisa bermakna 2017, 2018, 2019, dan seterusnya.
“Browne tidak menulis ‘Pada tahun 2020’ yang akan mempersempitnya menjadi satu tahun kalender. Dia menulis ‘di sekitar’ yang sebetulnya canggung secara tata bahasa.” tulis Radford.
Radford juga menyoroti soal pernyataan Browne yang menyebut penyakit ini tak bisa diobati. Menurut Radford, dokter di seluruh dunia tahu apa yang mesti dilakukan. Meski memang untuk saat ini belum ada vaksinnya.
“Tidak ada yang istimewa tentang resistensi Covid-19 terhadap pengobatan,” tulisnya.
Selain itu, Radford juga menyangkal bahwa corona akan menghilang begitu saja Menurutnya, pemodelan sebuah wabah yang dilakukan ilmuwan tak pernah membingungkan. Terlebih hingga saat ini jumlah pasien yang sembuh dan yang baru terpapar tidak naik atau turun drastis.
“Ini salah, setidaknya sampai sekarang. Covid-19 tidak tiba-tiba menghilang,” tutupnya.
Menurut laporan The Independent, Browne pernah meramalkan sesuatu yang salah. Pada tahun 2004, Browne mengatakan kepada ibu korban penculikan Amanda Berry bahwa anaknya sudah meninggal. Belakangan, tahun 2013, Berry ditemukan masih hidup.
Selain buku ‘End of Day’, sebelumnya ada satu novel yang juga sempat viral. Novel itu berjudul “The Eyes of Darkness” yang ditulis Dean Koontz. Banyak orang yang juga menghubung-hubungkan buku itu dengan virus corona.
Dalam novel itu, Koontz menulis bahwa ada virus bernama ‘Wuhan-400’. Koontz menggambarkan virus itu sebagai senjata biologis yang mematikan.
Berdasarkan laporan Reuters, kisah novel Koontz dan pandemi corona saat ini lebih merupakan cocoklogi semata. Itu karena, corona diduga bermula dari sebuah pasar hewan di Wuhan, bukan dari lab apalagi untuk senjata biologis. (sumber: kumparan)