Loji Freemasonry pertama di Asia dibangun di Batavia. Ini adalah bukti jika Nusantara dianggap penting bagi penyebaran ajaran Kabbalis tersebut.
Tidak banyak orang yang tahu jika Batavia yang sekarang disebut Jakarta, memiliki tempat istimewa dalam pandangan kelompok Kabbalis rahasia bernama Freemasonry, atau Vrijmetselaaren dalam bahasa Belanda. Persaudaraan Rahasia (The Secret Society) ini awalnya lahir dari kelompok pelarian Ksatria Templar (Knight Templar) yang bersembunyi dan mengganti jubahnya di Skotlandia.
Sejarah mencatat, setelah pasukan gabungan Gereja di bawah komando Paus Clement V dan Raja Perancis Philip le Bell pada hari Jum’at, 13 Oktober 1307 menyerang kantung-kantung Templar di seluruh Eropa, maka Templar banyak yang menyelamatkan diri dengan bersembunyi atau mengganti identitasnya. Yang bersembunyi di Malta mengganti jubahnya menjadi Knight of Rhodes, yang ke Bavaria (Jerman) berganti nama menjadi Knight of Teutonic, yang ke Belanda, Spanyo, dan Italia, berganti wajah menjadi Knight of Christ, dan yang terbesar adalah yang melarikan diri ke Skotlandia yang kala itu menjadi wilayah kerajaan satu-satunya yang sedang tidak di bawah pengaruh Gereja.
Di Skotlandia, mereka dengan cepat menguasai gilda-gilda serikat pekerja tukang batu (Mason) dan mengubah watak dan karakter para tukang batu ini menjadi manusia-manusia yang bebas merdeka dari pengaruh apa pun, terutama agama, dan menggantinya dengan keyakinan liberal, sehingga Mason kini menjelma menjadi Freemason.
VOC adalah maskapai dagang terbesar dimana pendiriannya digagas oleh para pelarian Templar yang bersembunyi di balik jubah Knight of Christ. Tidak heran, jika kemudian kelompok persaudaraan Freemasonry yang menjadi induk para pelarian Templar berkembang dengan sangat pesat di setiap wilayah yang diduduki VOC. Ini terjadi terutama di Batavia di mana VOC memusatkan diri di kota kecil yang dahulu dikenal sebagai kota pelabuhan Sunda Kalapa.
Istimewanya kedudukan Batavia di mata Grand Master Freemasonry Belanda bisa dilihat dari dimulainya penyebaran aktivitas persaudaraan dari kota ini ke seluruh Asia. Tidak heran jika Loji Freemasonry pertama di Asia pun dibangun di Batavia.
Markas Untuk Kaum Terpilih
La Choisie, yang berarti “Kaum yang Terpilih”, merupakan nama sebuah Loji Freemasonry yang dibangun di sudut barat Vrijmetselaarweg atau Jalan Freemasonry, yang sekarang diubah namanya menjadi Jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat. Gedung ini pun sekarang berubah fungsi menjadi Gedung Kimia Farma.
Gedung tersebut mulai dibangun di tahun 1761 oleh Petrus Albertus van der Parra, atas prakarsa Jacob Cornelis Matthieu (JCM) Radermacher yang saat itu masih berusia 20 tahun. Orang ini sangat berperan penting dalam gerakan persaudaraan Freemasonry di Batavia dan juga Asia.
JCM Radermacher (1741-1783) merupakan seorang ahli botani dan penulis, sebagaimana halnya Sir Thomas Stamford Raffles. Orang akan bisa menduga, jika di usia yang masih sangat belia namun dia sudah memiliki pengaruh yang kuat, tentulah dia bukan anak orang sembarangan. Ini benar. Sang Ayah, Jacob Cornellis (JC) Radermacher (1700-1748) adalah Grand Master pertama Belanda di tahun 1730-an dan juga pengatur lalu lintas keuangan keluarga kerajaan. Keluarganya sendiri adalah orang penting dalam Dewan Direksi VOC.
Tahun 1755, JCM Radermacher atau Radermacher junior berlayar ke Nusantara mencari peruntungan. Berkat pengaruh dan jaringan ayahnya, dalam waktu singkat dia berhasil menjadi orang terpandang di Batavia. Pada 21 Mei 1761, dia menikah dengan Margaretha Sophia Verijseel, dan dia mulai bekerja keras untuk menciptakan lahan yang bagus untuk persemaian gerakan Freemasonry di Hindia Belanda. Saat itulah dia mendorong Albertus van der Parra untuk membangun sebuah loji khusus buat persaudaraan, yang kemudian berdirilah sebuah gedung megah dengan enam pilar tinggi dan simbol bintang bersudut lima di atas teras utamanya. Loji pertama di Asia ini dinamakan Loji La Choisie, atau Loji Bagi Kaum yang Terpilih. Dari namanya saja kita sudah mengetahui jika ini merupakan suatu keyakinan rasis, sebagaimana ajaran Nazi dan juga Talmud.
Hanya saja, sejarah resmi menulis jika keberadaan loji ini hanya berjalan selama dua tahun kurang, berakhir ketika Radermacher kembali berlayar ke Belanda tahun 1763 untuk melanjutkan studinya di bidang hukum dari Harderwijk. Pada 13 Juni 1766 dia lulus dan menjadi pengacara di Arnheim. Namun pada 20 Desember 1766, bersama keluarganya dia kembali berlayar menuju Batavia.
Sepuluh tahun kemudian, JCM Radermacher diangkat menjadi Dewan Luar Biasa Hindia Belanda. Dan dua tahun kemudian, pada 24 April 1778, dia mengumpulan para intelektual Hindia Belanda untuk bergabung dalam sebuah perkumpulan yang didirikannya bernama “Perhimpunan Batavia untuk Seni dan Pencerahan” (Bataviaasch Genootschap van Kunsten en wetenschappen) atau yang biasa disingkat menjadi BG saja. Inilah Illuminati-nya Hindia Belanda.
Sejumlah literatur, barang-barang koleksi, termasuk katalog sejumlah flora dan fauna dari seluruh Nusantara pun dikumpulkan. Sebuah gedung dibangun untuk menampung koleksi benda-benda ini, yang pada akhirnya tersimpan di dalam sebuah gedung yang sekarang bernama Museum Nasional Republik Indonesia, atau lebih populer dengan nama Museum Gajah.
Kembali ke Loji La Choisie, walau catatan resmi menyatakan kegiatan loji ini berjalan amat singkat lalu bubar, namun dipercaya bahwa pelopor Freemasonry di Asia bukanlah bubar melainkan menyebar ke pelosok-pelosok negeri untuk membangun persaudaraan. Adalah fakta, ketika La Choisie ‘bubar’ maka dalam waktu singkat bermunculan banyak sekali loji masonik di Hindia Belanda dan juga di Asia.
Seiring dengan perjalanan sejarah, gedung tempat Loji La Choisie ini pada tahun 1917 dipakai sebagai kantor NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co., perusahaan farmasi pertama di Hindia Timur. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi eks perusahaan-perusahaan Belanda, di tahun 1958 pemerintah RI melebur sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF Bhinneka Kimia Farma. Selanjutnya pada 16 Agustus 1971 bentuk hukumnya diubah jadi Perseroan Terbatas, jadi PT Kimia Farma (Persero).
Sekarang, gedung ini tetap berdiri dengan simbol bintang bersudut lima yang sudah dihilangkan. [rz]