“Lalu Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah, dan Kami jadikan bumi menyemburkan mata-mata air maka bertemulah (air-air) itu sehingga (meluap menimbulkan) keadaan (bencana) yang telah ditetapkan. Dan Kami angkut dia (Nuh) ke atas (kapal) yang terbuat dari papan dan pasak.” (QS al-Qamar: 11-13).
Allah memerintahkan kepada Nabi Nuh untuk menaikkan ke atas perahu pasangan-pasangan dari setiap spesies, jantan dan betina, serta keluarganya. Seluruh manusia di daratan tersebut ditenggelamkan ke dalam air, termasuk anak laki-laki Nabi Nuh yang semula berpikir bahwa dia bisa selamat dengan mengungsi ke sebuah gunung yang dekat.
“Dia (anaknya) menjawab, “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menghindarkan aku dari air bah!” (Nuh) berkata, “Tidak ada yang melindungi dari siksaan Allah pada hari ini selain Allah yang Maha Penyayang.” Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka dia (anak itu) termasuk orang yang ditenggelamkan.” (Surah Hud ayat 43).
Semuanya tenggelam kecuali yang dimuat dalam perahu bersama Nabi Nuh. Ketika air surut di akhir banjir tersebut, dan kejadian telah berakhir, perahu terdampar di Judi, yaitu sebuah tempat yang tinggi, sebagaimana yang diinformasikan Alquran kepada kita.