Sama halnya dengan baju koko. Baju koko merupakan baju khas orang Cina yang dilengkapi kerah shanghai. Dahulu, banyak Muslim Cina yang menggunakan baju koko sehingga saat ini dikenal sebagai baju koko. Ada juga yang menyebutnya baju takwa.
Penggunaan baju koko pun mengalami reduksi fungsi. Tadinya digunakan untuk kegiatan umum. Namun, sekarang digunakan untuk kegiatan yang bersifat keagamaan.
“Semua itu akulturasi, sama juga seperti kita pakai celana panjang saat shalat. Celana panjang itu dikenalkan oleh orang-orang Belanda, namanya pantalon,” ucap dia.
Sementara itu, Guru Besar Sosiologi Agama, Mohammad Baharun menjelaskan baju koko yang disebut juga baju takwa populer karena diambil dari istilah takwa. “Baju koko yang populer disebut baju takwa mungkin karena biasa digunakan untuk shalat dan pakaian saat pengajian dan acara keagamaan, maka disebut “takwa” dari kosakata “taqwa”, yaitu entitas ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya,” kata Baharun.
Baharun mengatakan Islam adalah agama yang tidak mengatur corak dan model pakaian umatnya. Terpenting, busana itu harus menutup aurat sebagaimana yang diatur fikih. “Jika untuk ibadah pakaian harus suci dan barangnya halal,” ujar dia.
Sama seperti Baharun, Tiar berpendapat demikian. Menurut dia, semua pakaian tersebut tidak masalah jika digunakan untuk kegiatan umum atau keagamaan. Yang jelas, secara prinsip ajaran Islam dapat menerima budaya apa saja sepanjang budaya tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Selain itu, juga bisa mengakomodir kepentingan ajaran Islam.
“Misalnya dalam shalat yang penting menutup aurat. Maka pengembangan mode pada akhirnya akan kembali kepada kreativitas masyarakat untuk mengembangkan mode apa yang kira-kira dianggap baik, indah, dan bisa diterima di banyak kalangan,” kata dia. (rol)