Disinilah kemungkinan besar Pemerintah AS benar benar memperhitungkan tujuan tujuan yang dikorbankan, yang seharusnya dilindungi dibandingkan keberhasilan pencapaian strategi ini.
Apalagi di era Presiden Trump ini nampak lebih menekankan kebijakan pada pentingnya kontribusi mitra dan sekutu untuk pertahanan mereka sendiri. “Masa loe yang apes, gue yang musti maju di depan? kalau mau ayo maju dan tanggung bareng-bareng,” begitu kira-kira mungkin pikiran AS. Jadi kemungkinan opsi AS di depan sendirian, akan menjadi pertimbangan terakhir.
Demikian pula AS tidak akan mungkin ambil strategi akomodasi. Strategi akomodasi ini berarti AS secara efektif akan meninggalkan dan menyerahkan sebagian besar Asia Tenggara ke Cina.
Ini merupakan bencana geopolitik dan geoekonomi bagi Amerika Serikat mengingat relatif banyak juga kepentingan AS di berbagai sisi berkait dengan wilayah Hindia dan Pacific. Kini yang tinggal adalah strategi pembendungan dan strategi pengimbangan.
Di dua strategi ini memang tidak eksklusif, bisa saja digunakan keduanya plus tambahannya. Secara garis besar bisa jadi para pemimpin AS mengajak pemimpin negara Asia Tenggara untuk lebih luas bersedia mengeluarkan ancaman jera yang jelas, dan untuk mendukung aplikasi ancaman-ancaman dengan potensi sanksi militer, ekonomi, dan diplomatik.
Ini mungkin dapat mengurangi aspek terburuk dari agresi Cina dengan mencegahnya dari merebut atau mengklaim kembali wilayah yang dipersengketakan.
Unsur-unsur strategi penyeimbang bisa jadi diarahkan agar memastikan bahwa Cina akan menderita kerugian jangka panjang setiap kali negara itu berusaha memperoleh keuntungan jangka pendek.
Memang tidak mudah bagi AS untuk bertindak langsung karena negara Asia Tenggara tetap mempertahankan pendekatan dua muka. Dari sisi militer berhadapan tetapi tidak dalam sisi perdagangan dan sisi lainnya akibat lobi Cina yang kuat.
Pendekatan dua muka yang dilakukan negara Asia Tenggara seperti ini yang menyebabkan berlarutnya penyelesaian Laut Cina Selatan secara tuntas.
Jadi sekali lagi itu semua kembali juga pada negara Asia Tenggara sendiri. Bagaimanapun hingga saat ini kemungkinan AS hanya bersedia sebagai back up bukan sebagi pasukan pemukul utama dan pertama. AS akan mensupport negara-negara Asia yang mau melawan Cina, sambil mengamankan diri dari kewajiban jangka pendek dan jangka panjang yang timbul atas penggunaan strategi dimaksud dan baurannya.
Ini juga bukan berarti AS tidak akan melakukan tindakan ekstreem opsi pemukul mundur juga. Semua terganting kondisi yang diperhitungkan dan diprioritaskan para penentu srategi AS dan lobi di negara Asia Tenggara baik kontemporer atau jangka panjang. Sekian (end)
Adi Ketu, Pengiat Sosial Media dan Peminat Isu Internasional
(GRI)