Suatu malam ditingkah rinai gerimis yang membasahi aspal jalan, saya melangkah masuk ke sebuah resto besar dan cukup terkenal di daerah elit Kemang, Jakarta Selatan. Ba’da Isya itu saya ada janji bertemu dengan dua sahabat yang sudah beberapa bulan tidak pernah bertemu muka, kecuali lewat media sosial saja. Yang pertama seorang Chef Selebritis yang lengannya dipenuhi tatto namun telah menyandang gelar haji dan sekarang tengah menekuni Islam dengan baik, bahkan sudah mengembalikan beberapa sahabatnya ke jalan Islam. Yang kedua seorang lelaki muda yang punya karir cemerlang sebagai direktur utama sebuah perusahaan nasional-pribumi dengan jumlah karyawannya mencapai 16.000 orang. Keislamannya pun cukup baik. Keduanya cucu dari tokoh-tokoh nasional Indonesia di masa keemasan di zaman Bung Karno.
Sambil menyantap makanan, kami ngobrol ngalor-ngidul sambil ditingkahi gurauan. Tiba-tiba Chef yang aktif dalam komunitas motor besar itu bertanya kepada saya,
“Riz, elo kapan naik haji?”
Deg! Saya terdiam. Saya hanya nyengir dan malah bertanya kepada sahabat dirut yang satu lagi,
“Nah, kalo Mas sudah pernah ke Mekkah belum?”
Sang Dirut muda yang wajahnya sekilah mirip penyanyi Dian Pramana Putera itu tersenyum simpul dan menggelengkan kepalanya,
“Belum.”
Chef bertubuh tinggi besar laiknya anak-anak motor besar itu berkata bijak, “Kalo ada kesempatan, pergilah ke Mekkah. Di sana dunia itu satu: Islam!”
Sambil bercanda saya berkata, “Saya ingin keliling Eropa dan Amerika dulu sebelum ke Mekkah, Chef…”