Di antara hal yang perlu diperhatikan, Alquran dalam banyak ayat memperhadapkan kegelapan (zhulumat) dengan cahaya (nur), bukan dengan sinar (dhiya‘).
Misalnya firman Allah, “Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan menjadikan kegelapan dan cahaya. Namun, orang-orang kafir masih mempersekutukan Tuhan mereka dengan sesuatu.” (QS Al-An’am: 1).
Ketika Allah mendeskripsikan api, Dia menyebutnya sebagai sinar (dhiya‘) dan menyebut pancaran sinar tersebut sebagai cahaya (nur). Dia berfirman, “Perumpamaan mereka seperti orang-orang yang menyalakan api. Setelah api itu menyinari sekelilingnya, Allah melenyapkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.” (QS Al-Baqarah: 17).
Allah pun mendeskripsikan diri-Nya sebagai cahaya langit dan bumi, dan membuat perumpamaan atas cahaya tersebut sebagai minyak yang bersinar dan memancarkan cahaya ke sekelilingnya.
Allah berfirman, “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.“
Akurasi yang sangat tinggi yang terdapat dalam Alquran ini, yaitu tentang pembedaan antara sinar yang terpancar dari benda pijar yang menyala dan bersinar dari dirinya sendiri dengan cahaya yang dipantulkan oleh benda dingin yang mendapatkan cahayanya dari sinar benda pijar tersebut.