Dari sumber yang penulis temukan menyebutkan bahwa pengelolaan Pelabuhan Bebas Sabang ini dipegang oleh Dublin Port Company (DPC). Izin yang dikantongi oleh perusahaan asal Irlandia ini bisa saja dijadikan alasan untuk berkomplot melaksanakan operasi ini dengan keempat badan intelijen asing tersebut. Selain itu, perjanjian DPC dengan Pemerintah Sabang ini dinilai dapat merugikan Sabang dan Indonesia, khususnya. Apalagi jika diperhatikan, kata Intelijen, dari berbagai informasi disebutkan bahwa pihak Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) kurang berpengalaman dalam tata laksana pelayaran interkotinental sehingga sangat mudah jika pihak Asing bisa dengan mudah bermain dan tentu saja merugikan kita, Aceh dan nasional.
Apalagi yang membuka kembali Pelabuhan Bebas Sabang ini adalah mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau biasa dipanggil Gus Dur. Seperti yang kita ketahui, Gus Dur adalah orang yang ingin membuka hubungan perdagangan dengan negara Zionis Israel dan bersahabat dengan negeri yang telah membantai ribuan muslim Palestina itu. Sebagai catatan, pada Mei 2008, Gus Dur mendapatkan Medali Kehormatan (Medal of Valor) karena telah membela Zionisme dengan keterbukaan walaupun ia beragama Islam, yang langsung diberikan oleh Rabi Mervin Hier.
Lewat Menteri Perindustrian dan Perdagangannya kala itu, Luhut Binsar Panjaitan, Gus Dur telah mensahkan Surat Keputusan Menperindag No. 23/MPP/01/2001 tertanggal 10 Januari 2001, yang tentu saja melegalkan hubungan dagang dengan negeri teroris itu. Gus Dur sendiri saat masih memimpin negeri ini sempat berkata, permasalahan ini tak perlu dilihat dari unsur agamanya, tapi lihatlah dari kepentingan nasionalnya. Inilah salinan dari surat keputusan yang diterbitkan secara diam-diam dan tak jelas nasibnya sampai saat ini:
Perihal: Surat Keterangan Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 23/MPP/01/2001 tanggal 10 Januari 2001 tentang Pencabutan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 102/SK/VIII/1967 tentang Pelaksanaan Peraturan-peraturan dibidang Kebijakan Ekspor dan Pemasaran Barang-barang produksi Indonesia.
Perlu disampaikan bahwa saat ini tidak ada lagi hambatan atau larangan secara hukum untuk perusahaan Indonesia melakukan dagang dengan perusahaan Israel dan sebaliknya.