Kehadiran Yahudi di Aceh di mulai ketika kapal Vereenigde Oostindsche Company (VOC) merapat di dermaga Aceh. Setidaknya inilah sedikit keterangan yang bisa dijadikan patokan terhadap kehadiran mereka di Aceh. (Sebagai catatan, Indonesia memiliki untaian pulau kurang lebih dari 13000 pulau dan Indonesia memiliki 33 propinsi. Di dalam ajaran Pagan Yahudi, Kabbalah sendiri, angka 13 dan 33 memiliki arti yang sangat spesial).
Setelah menjejaki kakinya di Aceh, orang-orang Yahudi ini pun mulai mendirikan sebuah Lodge (Loji) Freemasonry bernama Loji Prins Frederick yang kini menjadi sebuah sekolah menengah atas SMAN 1 Banda Aceh. Menurut Dr Th Steven (1994), gedung loji Vritmeselarij itu telah digunakan sejak tahun 1878. Selain bukti kedatangan VOC di atas, bukti lain yang juga dapat menguatkan penelusuran ini adalah perkataan orangtua Aceh dulu, “Otakmu seperti Yahudi.” Bukti lainnya adalah adanya batu nisan yang ditulis dengan bahasa Ibrani dan gambar Bintang David, seperti simbol bendera Israel di batu nisan tersebut. Tabloid Kontras pernah dalam sebuah kesempatan menelusuri isu ini. Menurut informasi dari tabloid tersebut, lokasi batu nisan di atas dapat dilihat di dalam komplek pemakaman Belanda, Kerkouf.
Lantas adakah kota di Kutaraja ini yang dijadikan basis mereka? Untuk saat ini penulis masih belum banyak menemukan bukti mengenai hal itu. Tapi, ada satu daerah yang sempat dijadikan oleh orang Belanda sebagai perkebunannya. Daerah itu adalah Blower. Dahulu, masyarakat Aceh mengenalnya dengan nama Bulchover, yaitu nama pemilik perkebunan ini yang tak lain tak bukan adalah seorang berkebangsaan Belanda. Dan tak tertutup kemungkinan kalau Bulchover ini adalah beragama Yahudi. Lambat laun nama ini berubah menjadi Blower. Pemaparan lengkap tentang asal mula kota Blower ini silahkan baca di Tabloid Kontras bertema “Jejak Yahudi di Aceh.” Selain bukti-bukti di atas, adakah bukti-bukti lain?
Kantor Berita Antara pada tanggal 12 September 2007 lalu sempat menurunkan laporan tentang niat seorang pengusaha Yahudi bernama George Soros yang ingin berinvestasi di Aceh dengan menggarap 20000 hektar perkebunan kelapa sawit. Informasi ini sendiri berasal dari Gubernur Irwandi Yusuf yang saat itu berada di New York, Amerika Serikat (AS). Berita ini langsung ditanggapi oleh media massa di Aceh maupun Nasional. Namun, entah karena banyaknya penolakan dari masyarakat Indonesia, pialang Yahudi yang sempat membuat perekonomian negara-negara Asia Tenggara (termasuk Indonesia) ini menjadi morat-marit tertimpa krisis finansial pada 1997 inipun akhirnya membatalkan niatnya tersebut.