Pemberton ingin memberikan perusahaan itu kepada Charley Pemberton. Sayangnya putranya itu lebih tertarik mendapatkan uang dengan cepat sehingga dia menjual apa yang tersisa ke taipan bisnis Asa Griggs Candler.
Pada bulan Agustus 1888, Pemberton yang telah sakit selama beberapa tahun itu akhirnya meninggal karena kanker perut. Pada saat kematiannya, dia sudah jatuh miskin dan masih kecanduan morfin.
Menurut Mark Pendergrast, yang menulis buku For God, Country, and Coca-Cola: The Definitive History of the Great American Soft Drink, Charley Pemberton juga ternyata menderita penyalahgunaan zat adiktif sehingga jatuh miskin.
Sebaliknya, di tangan Candler, Coca-Cola semakin berjaya karena menggunakan taktik pemasaran paling inovatif yang pernah dilakukan. Dia menyewa salesman keliling untuk membagikan kupon Coca-Cola gratis.
Tujuannya adalah agar orang-orang mencoba minuman, menyukainya, dan kemudian membelinya. Selain kupon, Candler juga memutuskan untuk memasarkan produknya dengan menempelkan logo pada kalender, poster, buku catatan, dan bookmark untuk menjangkau pelanggan.
Candler melakukan langkah kontroversial ketika dirinya menjual sirup Coca-Cola sebagai obat paten, mengklaim bahwa sirup itu bisa mengobati kelelahan dan sakit kepala.
Pada tahun 1898, Kongres mengeluarkan pajak pascaperang Spanyol-Amerika yang dibebankan untuk semua produk obat. Hal itu membuat ia tidak lagi menjual Coca-Cola sebagai obat, tetapi hanya sebagai minuman.
Momen itu menjadi akhir dari polemik kandungan kokain yang awalnya terdapat dalam Coca-Cola. Tahun 1929 perusahaan mengklaim telah membuang seluruh kandungan yang berkaitan dengan kokain.[sumber]