Bukti lain Jenderal Dirman dekat dengan perjuangan Islam adalah pada pertengahan tahun 1946, beliau mengunjungi laskar Hisbullah-Sabilillah Surakarta yang sedang mempersiapkan kembali maju ke medan perang di Alas Tuo dan Bugen. Waktu itu diadakan pertemuan di rumah Kyai H. Adnan di Tegalsari, Surakarta. Kedatangan sang jenderal besar kontan makin menambah semangat juang anggota Hisbullah-Sabilillah yang tengah bersiap berangkat ke medan perang. Jenderal Besar Soedirman mengawali kata sambutannya dengan melantunkan ayat-ayat al-Qur’an surah Ash-Shaf ayat 10-12 yang kemudian diterjemahkannya sendiri: “Hai orang-orang yang beriman, maukah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang akan menyelematkanmu dari siksa yang pedih. Yaitu, kamu yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta berjuang di jalan Allah dengan harta dan jiwamu…”
Sewaktu Belanda melancarkan Agresi Militer II, Jendral Sudirman sedang sakit, tetapi ia menapik saran Presiden untuk tetap tinggal di dalam kota. Kurang lebih tujuh bulan ia mempimpin perang gerilya di hutan-hutan dan gunung-gunung. Banyak penderitaan yang dialaminya terutama penyakitnya sering kambuh dan tak tersedianya obat-obatan. Betapa lengkapnya perjuangan dan pengorbanan beliau.
Pulang dari medan gerilya, karena masih sakit, ia tak dapat memimpin Angkatan Perang secara langsung, tetapi buah pemikirannya selalu dibutuhkan oleh Pemerintah. Pengalima Besar Jenderal Sudirman meninggal dunia di Magelang pada tanggal 29 Januari 1950 dan dimakamkan di Taman Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Pak Dirman juga selalu menanamkan kepada tiap anak buahnya sikap hidup “Hidup mulia atau mati syahid” (“Isy Kariimah Aumut Syahidan”) dalam setiap pidatonya. Ayat-ayat Qur’an idolanya adalah ayat-ayat Qur’an yang banyak mengandung kata “Jihad” seperti surah Ash-Shaff ayat 10 dan 11 serta surah al-Baqarah ayat 154. Jenderal Sudirman juga sering meneriakkan takbir “Allahu Akbar!” saat memimpin peperangan. (sa/ind/kahf)