Barangkali di sini timbul pertanyaan :
“Bukankah kepentingan manusia yang seharusnya membentuk kenyataannya ?”
Sekali lagi kita kembalikan pertanyaan yang telah dikemukakan Islam dan telah dijawabnya sekaligus :
“Kamukah yang lebih tahu atau Allah ?”
“Allah mengetahui dan kamu tidak mengetahui”.(QS Al-Baqarah 216)
Kepentingan manusia terkandung dalam hukum Allah, sebagaimana yang telah diturunkan oleh Allah, sebagaimana yang telah disampaikan kepada kita oleh RasulNya.
Kalau manusia pada suatu hari menyadari bahwa kepentingannya adalah dalam menentang hukum Allah, maka keadaan mereka itu, adalah sebagai berikut:
Pertama-tama, mereka itu hanya “berimajinasi” saja, mengenai apa yang mereka sadari itu.
إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الأنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ
رَبِّهِمُ الْهُدَى أَمْ لِلإنْسَانِ مَا تَمَنَّى فَلِلَّهِ الآخِرَةُ وَالأولَى
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Rabb mereka. Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya? (Tidak), maka hanya bagi Allah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia.” (QS An-Najm 23-25)
Kedua, karena mereka itu “orang-orang kafir”. Seseorang yang menyangka bahwa kebaikannya (maslahatnya) menurut pendapatnya bertentangan dengan hukum Allah, tidak mungkin satu detikpun tinggal dalam agama ini, dan termasuk ke dalam para pemeluk agama ini. (Petunjuk Jalan-Media Da’wah cetakan VI 2000 hlm 160-163)
Saudaraku, tugas kita di dunia ini hanyalah beribadah dengan memurnikan ketaatan kepada Allah سبحانه و تعالى semata. Dalam upaya kita beribadah menegakkan kalimah Allah سبحانه و تعالى terkadang Allah سبحانه و تعالى mudahkan kita merubah realitas tapi tidak jarang Allah سبحانه و تعالى tidak izinkan kita merubah realitas. Yang paling penting adalah memastikan bahwa kita tetap beribadah kepada Allah سبحانه و تعالى baik realitas berhasil kita ubah maupun tidak. Jangan sampai demi menyesuaikan diri dengan realitas lalu kita rela merubah dienullah. Yang berarti kita rela untuk tidak lagi beribadah kepada Allah سبحانه و تعالى dengan memurnikan ketaatan hanya kepadaNya. Na’udzubillahi min dzaalika…!
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (QS Al-Bayyinah 5)