Di dalam kitab Ma’aliim fii Ath-thariiq (Petunjuk Jalan), Sayid Qutb menulis sebuah bab berjudul
جيل قرآنى فريد
Generasi Qur’ani yang Unik. Beliau menulis sebagai berikut:
“Ada suatu kenyataan sejarah yang patut direnungkan oleh mereka yang bergerak di bidang da’wah Islamiyyah di setiap tempat dan di setiap waktu. Mereka patut merenungkannya lama-lama, karena ia mempunyai pengaruh yang menentukan bagi metode dan arah da’wah.
Da’wah ini pernah menghasilkan suatu generasi manusia, yaitu generasi sahabat –semoga Allah meridhoi mereka- suatu generasi yang mempunyai ciri tersendiri dalam seluruh sejarah Islam, dalam seluruh sejarah ummat manusia. Lalu da’wah ini tidak pernah menghasilkan jenis yang seperti ini sekali lagi. Memang terdapat orang-orang itu di sepanjang sejarah. Tetapi belum pernah terjadi sekalipun juga bahwa orang-orang seperti itu berkumpul dalam jumlah yang demikian banyaknya, pada suatu tempat, sebagaimana yang pernah terjadi pada periode pertama dari kehidupan da’wah ini.”
Selanjutnya penulis menguraikan adanya tiga alasan mengapa generasi para sahabat –semoga Allah meridhoi mereka- memiliki keistimewaan yang belum dimiliki oleh generasi ummat ini sepanjang zaman sesudahnya.
Pertama, mereka telah memperlakukan Al-Qur’an sebagai satu-satunya tempat pengambilan (rujukan), standar yang menjadi ukuran dan tempat dasar berfikir.
Selanjutnya Sayid Qutb menulis: “Rasulullah saw ingin mencetak suatu generasi yang jernih hatinya, jernih akalnya, jernih persepsinya, jernih perasaannya, jernih pembentukannya dari segala pengaruh lain selain dari metode Ilahi yang dikandung Al-Qur’an.”
كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يريد صنع جيل خالص القلب خالص العقل خالص التصور خالص الشعور خالص التكوين من أي مؤثر آخر
غير المنهج الإلهي الذي يتضمنه القرآن الكريم
Kedua, mereka mempelajari Al-Qur’an untuk menerima perintah Allah tentang urusan pribadinya, tentang urusan golongan (jama’ah) di mana ia hidup, tentang persoalan kehidupan yang dilaluinya, ia dan golongannya. Ia menerima perintah itu untuk segera dilaksanakan setelah mendengarnya. Persis sebagaimana prajurit di lapangan menerima “perintah harian” untuk dilaksanakan segera setelah diterima.
انما كان يتلقى القرآن ليتلقى امر الله في خاصة شأنه و شأن الجماعة التي يعيش فيها و شأن الحياة التي يحياها هو و جماعته يتلقى ذلك الامر ليعمل به فور سماعه كما يتلقى الجندي في الميدان ((الأمر اليومي)) ليعمل به فور تلقيه
Karena itu, tidak seorangpun yang minta tambah perintah sebanyak mungkin dalam satu pertemuan. Karena ia merasa hanya akan memperbanyak kewajiban dan tanggung-jawab di atas pundaknya. Ia meras puas dengan kira-kira sepuluh ayat saja. Dihafal dan dilaksanakan. Sebagaimana disebut dalam hadits Ibnu Mas’ud yang disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam pendahuluan buku tafsirnya.
Metode menerima untuk dilaksanakan dan dikerjakan, itulah yang telah menimbulkan generasi pertama. Metode menerima untuk dipelajari dan dinikmati, itulah yang telah menelorkan generasi-generasi selanjutnya.
Ketiga, mereka mengembangkan pemisahan mental secara total antara masa lalu diri di zaman jahiliah dan masa kininya dalam pelukan ajaran Islam.
كانت هناك عزلة شعورية كاملة بين ماضي المسلم في جاهليته
و حاضره في إسلامه
Jadi terdapat proses pencabutan diri dari lingkungan jahili, adat kebiasaan dan konsepsinya, tradisi dan hubungannya. Pencabutan diri dari kepercayaan syirik dan penanaman diri kepada aqidah tauhid. Ini adalah persimpangan jalan. Tetapi dalam dirinya ia telah bertekad tidak akan kembali lagi.