Eramuslim.com – Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengatakan bahwa setelah ummat Islam melalui babak ketiga era Akhir Zaman dimana yang memimpin adalah para Mulkan ’Aadhdhon (ParaRajayang Menggigit), maka selanjutnya ummat Islam akan mengalami babak keempat dimana yang memimpin adalah para Mulkan Jabbriyyan (Para Penguasa yang Memaksakan Kehendak). Babak kepemimpinan Mulkan ’Aadhdhon merupakan babak dimana ummat Islam dipimpin oleh pemimpin-pemimpin yang masih menamakan dirinya para Khalifah. Artinya, sistem formal kehidupan bermasyarakat dan bernegara masih disebut Khilafah Islamiyyah. Dengan kata lain sistem pemerintahan yang berlaku masih merupakan sistem pemerintahan Islam. Lalu mengapa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyebutnya dengan istilah Mulkan (Para Raja)? Sebab dalam pola suksesinya mereka menerapkan sistem warisan kekuasaan. Bila seorang khalifah wafat maka yang menggantikan adalah anaknya. Bila ia wafat maka yang menggantikan adalah anaknya lagi. Demikian seterusnya.
Kemudian apa yang dimaksud dengan istilah ’Aadhdhon (Menggigit)? Yang dimaksud dengan menggigit ialah menggigit Al-Qur’an dan As-Sunnah An-Nabawiyyah. Para khalifah di babak ketiga masih ”minggigit” dua sumber utama warisan suci ummat Islam. Tapi tentunya berbeda dengan para pemimpin di babak sebelumnya, yaitu babak kedua, yang dijuluki Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sebagai Khilafatun ’Alah Minhaj An-Nubuwwah (Kekhalifahan yang Mengikuti Sistem/Metode Kenabian). Para Khulafa ar-Rasyidin yang mengisi babak kedua bukan ”menggigit” Al-Qur’an dan As-Sunnah, melainkan mereka ”menggenggam” kedua sumber utama tersebut. Ibarat orang mendaki bukit, lalu diberi seutas tali, tentunya lebih aman dan pasti bila ia menggenggam tali tersebut hingga mencapai puncak bukit daripada ia menggigit-nya.
Babak kepemimpinan Mulkan ’Aadhdhon berlangsung sangat lama yaitu sekitar tigabelas abad alias 1300-an tahun. Subhanallah..! Babak ketiga tersebut diawali dengan berdirinya kerajaan Daulat Bani Umayyah. Kemudian diikuti dengan Daulat Bani Abbasiyyah. Lalu terakhir ditutup dengan era Kesultanan Ustmani Turki yang akhirnya runtuh pada Maret 1924 Masehi atau 1342 Hijriyyah. Selama masa yang demikian panjang ummat Islam mengalami aneka jenis pemimpin. Ada di antara mereka yang tercatat dalam sejarah sebagai pemimpin yang sangat adil dan bijaksana seperti Umar bin Abdul Aziz. Beliau sedemikian dihormatinya hingga sebagian ulama menjulukinya sebagai Khalifah Rasyidah kelima sesudah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin ’Affan dan ’Ali bin Abi Thalib. Namun ada pula mereka yang tercatat sebagai khalifah yang zalim sehingga memenjarakan ulama-ulama besar semacam Imam Ahmad bin Hambal. Namun betapapun zalimnya pemimpin di masa itu, tak pernah kita dengar ada seorang ulamapun yang menganjurkan untuk mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah resmi. Mengapa? Karena sistem yang berlaku masih merupakan sistem Islam alias Khilafah Islamiyyah. Masyarakat masih bisa berharap bahwa bila pemimpinnya berganti dengan yang adil, niscaya akan terjadi perbaikan keadaan. Yang penting fondasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak keluar dari bingkai Al-Qur’an dan As-Sunnah An-Nabawiyyah.