Bagi seorang Muslim urusan kedekatan antara dirinya dengan orang lain sangat terkait dengan seberapa dekatnya diri si Muslim dan orang lain tersebut kepada Allah سبحانه و تعالى . Bila kedua-duanya dekat dengan Allah سبحانه و تعالى niscaya kedua-duanya juga akan saling mendekat satu sama lain. Namun jika kedua-duanya atau salah satunya jauh dari Allah سبحانه و تعالى maka jangan harap antara keduanya akan ada kedekatan. Kalaupun mereka terlihat dekat secara fisik, namun sejatinya mereka berjauhan secara batin. Mengapa demikian? Sebab di dalam Islam Zat Pemersatu antara seorang manusia dengan manusia lainnya hanyalah Allah سبحانه و تعالى .
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًامَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“… dan (Allah سبحانه و تعالى ) Dia-lah Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Anfaal [8] : 63)
Berdasarkan ayat di atas jelaslah bagi seorang muslim bahwa tidak ada sesuatupun di dunia ini yang dapat menyatukan satu manusia dengan manusia lainnya selain Allah سبحانه و تعالى . Kesatuan manusia, kaum beriman sekalipun, tidak dapat dibeli dengan harta sebanyak berapapun. Kongkritnya, bersatunya manusia hanya dapat terwujud bila manusia-manusia tersebut saling mendekatkan dirinya kepada Yang Maha Menyatukan hati satu sama lain, yakni Allah سبحانه و تعالى . Dan karena itu pula, Allah سبحانه و تعالى menyatakan, melalui ayat di atas, bahwa yang dapat menyatu hanyalah hati orang-orang yang beriman. Adapun hati manusia kafir tidak mungkin bisa dipersatukan. Demikian pula tidak mungkin bersatu antara hati seorang beriman dengan seorang kafir. Sebab orang-orang kafir memiliki tujuan hidup yang berbeda dengan orang-orang beriman.
وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍإِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini.” (QS. Shaad [38] : 24)
Allah سبحانه و تعالى tidak serta merta merahmati orang-orang yang berserikat, berkumpul, bergotong-royang bahkan berjamaah jika yang menjadi landasan perserikatan mereka bukanlah iman dan amal sholeh. Mereka akan berakhir dengan saling menzalimi satu sama lain. Sebab mereka menyangka ada zat selain Allah سبحانه و تعالى yang dapat menyebabkan bersatunya hati mereka. Dan Allah سبحانه و تعالى tegaskan melalui ayat di atas bahwa orang-orang berserikat yang berlandaskan iman dan amal sholeh itu adalah kaum minoritas, sedikit sekali jumlah mereka. Kebanyakan manusia adalah orang-orang yang berserikat, berkumpul, bergotong-royong bahkan berjamaah berlandaskan berbagai hal selain Allah سبحانه و تعالى . Artinya, berlandaskan aneka kepentingan selain meraih keridhaan Allah سبحانه و تعالى . Dan ujung-ujungnya mereka akan saling menzalimi satu sama lainnya.
Dalam kesempatan lainnya, Allah سبحانه و تعالى menegaskan bahwa bentuk keakraban, persahabatan atau pertemanan yang tidak dilandasi taqwa kepada Allah سبحانه و تعالى merupakan suatu bentuk keakraban yang menipu dan bersifat sementara. Yaitu sementara dalam kehidupan di dunia ini saja. Adapun kelak di akhirat nanti akan tersingkap secara jelas bahwa sesungguhnya mereka yang berteman bukan berlandaskan ketakwaan bakal bermusuhan, saling menyalahkan, saling mencela bahkan saling melaknat.
الأخِلاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلا الْمُتَّقِينَ
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf [43] : 67)
Orang-orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah سبحانه و تعالى memiliki tujuan hidup yang sama. Dan mereka mengikuti jejak langkah teladan utama mereka yang juga sama, yaitu Rasulullah Muhammad صلى الله عليه و سلم . Lalu mereka berkomitmen untuk menempuh jalan hidup yang sama yaitu dienullah Al-Islam. Mereka tidak rela jika Islam harus ditinggalkan lalu diganti dengan pedoman hidup selainnya. Bahkan mereka tidak memandang perlu adanya tambahan kepada ajaran Islam yang sudah sempurna itu. Mereka tidak pernah menjadi ketularan dengan orang ramai yang dengan bangganya mengaku dirinya Islamis-demokrat, Islamis-nasionalis, Islamis-moderat, Islamis-progresif apalagi Islamis-liberalis. Itulah orang-orang yang mengidap inferiority complex (sindrom rendah-diri alias mental pecundang) sehingga tidak bisa puas bila hanya dengan Islam. Sementara orang-orang beriman tidak ingin dinilai Allah سبحانه و تعالى sebagai hamba yang masih meragukan firmanNya yang menegaskan kesempurnaan ajaran dienullah Al-Islam. Sedemikian sempurnanya agama Islam, sehingga orang-orang kafir pada hakikatnya telah berputus-asa untuk mengalahkan Islam sebagai dien (way of life/jalan hidup/pedoman hidup).
الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَأَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
“Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi dien (agama/jalan hidup/pedoman hidup) bagimu.” (QS. Al-maidah [5] : 3)
Kaum beriman memusuhi fihak yang menjadi musuh Allah سبحانه و تعالى dan Rasulullah صلى الله عليه و سلم yaitu syetan dan thaghut. Mereka tidak membatasi thaghut hanya pada satu macam, tetapi segala macam thaghut mereka ingkari dan jauhi. Mereka tidak hanya mengingkari thaghut di masa lalu, tetapi juga yang hadir di masa kini bahkan yang kelak akan muncul di masa yang akan datang. Mereka menjadi akrab dengan sesama orang beriman yang juga seperti mereka. Mereka berlaku tegas dan tidak kompromi kepada kaum kuffar dan munafik.
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.”(QS. Al-Fath [48] : 29)
Mereka tidak menjadi akrab karena faktor-faktor material-managerial atau sebab duniawi lainnya. Sehingga walau mereka tidak berada di dalam suatu wadah formal bersama seperti sebuah organisasi, partai atau jamaah, namun mereka segera menjadi saling mendekat begitu vibrasi ruh mereka saling mendeteksi kedekatan dan kemurnian penghambaan diri kepada Allah سبحانه و تعالى semata. Ketika mereka mendeteksi bahwa mereka ternyata sama-sama memusuhi syetan dan thaghut, hati merekapun saling merapat satu sama lain. Ketika mereka sama-sama mengetahui bahwa Islam yang mereka inginkan haruslah bersih dari segala percampuran dengan falsafah, jalan hidup, pedoman hidup lainnya yang tidak bersumber dari Allah سبحانه و تعالى maka merekapun dengan mudahnya saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Ruh-ruh mereka yang terkondisi melalui berbagai ibadah dan amal sholeh yang sesuai sunnah Rasulullah صلى الله عليه و سلم dan terpaut dengan baik kepada Allah سبحانه و تعالى Rabbul ‘aalamiin, maka merekapun menyatu di dalam rahmat Allah سبحانه و تعالى
الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda: Ruh-ruh manusia itu seperti prajurit yang berkelompok-kelompok, jika saling mengenal mereka akan menjadi akrab, dan jika saling bermusuhan maka mereka akan saling berselisih.” (Shahih Muslim No. 4773)
Jadi, bukanlah dengan sekedar mengaku muslim sekumpulan orang akan segera menyatu dan menjadi akrab. Tetapi kesungguhan muslimin tersebutlah untuk berkomitmen kepada Allah سبحانه و تعالى semata sebagai Rabb, Islam sebagai dien (way of life/jalan hidup/pedoman hidup) satu-satunya yang tidak dicampuri dengan dien lainnya, serta Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم sebagai panutan tunggal, maka itu semualah yang akan menentukan menyatunya hati kaum muslimin tersebut. Sebab itulah bukti sebenarnya bahwa Allah سبحانه و تعالى telah dijadikan satu-satunya Zat Pemersatu yang hakiki oleh kumpulan muslimin tadi. Dan adakah pemersatu selain Allah سبحانه و تعالى ? Tentu tidak ada! Oleh karenanya, Nabiyullah Ibrahim ‘alaihis-salaam mencela kaumnya ketika mereka berkhayal menjadikan sembahan mereka dan nenek-moyang mereka sebagai pemersatu di antara kaumnya. Kalaupun sembahan yang disakralkan itu dapat menyatukan kaumnya, maka itu hanyalah persatuan semu sebatas berlaku di dunia. Sedangkan di akhirat kelak mereka bakal saling mencaci dan melaknat sebagai penyesalahan atas keyakinan syirik tersebut.
وَقَالَ إِنَّمَا اتَّخَذْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْثَانًا مَوَدَّةَ بَيْنِكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ثُمَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِيَكْفُرُ بَعْضُكُمْ بِبَعْضٍ وَيَلْعَنُ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَمَأْوَاكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ نَاصِرِينَ
“Dan berkata Ibrahim: “Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini kemudian di hari kiamat sebahagian kamu mengingkari sebahagian (yang lain) dan sebahagian kamu mela’nati sebahagian (yang lain); dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sama sekali tidak ada penolong bagimu.” (QS. Al-Ankabut [29] : 25)
Jadi, segala bentuk alat pemersatu produk manusia sesungguhnya berperan sebagaimana sembahan-sembahan di masa kaum Nabi Ibrahim as di atas. Memang benar dia dapat mempersatukan sekumpulan manusia, tetapi untuk sebatas di dunia saja. Adapun di akhirat nanti mereka akan saling mengingkari dan mela’nat. Dan dewasa ini terdapat begitu banyak alat pemersatu produk manusia yang diyakini dapat berperan sebagai alat pemersatu selain Allah سبحانه و تعالى. Jika yang tertipu dengan alat pemersatu bikinan manusia tersebut hanyalah kaum kuffar, kita masih dapat memakluminya. Tetapi yang sungguh memprihatinkan adalah bahwa tidak sedikit pula kaum muslimin yang ikut serta dalam pagelaran penciptaan alat-alat pemersatu semu tersebut. Sehingga mereka tidak lagi bangga dan merasa mulia jika mengaku diri sebagai murni kaum muslimin sebagaimana sebutan resmi yang Allah سبحانه و تعالى telah sematkan kepada mereka di dalam Al-Qur’an. Mereka merasa perlu mengaku dengan sebutan tambahan seperti Islamis-demokrat, Islamis-nasionalis, Islamis-moderat, Islamis-progresif, Islamis-pluralis bahkan Islamis-liberalis.
Pantaslah Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم pernah menggambarkan mengenai sekumpulan ummatnya yang semula ia panggil dan hendak ia berikan air minum dari telaga Al-Haudh. Namun ada yang menghalau mereka supaya menjauh dari Rasulullah صلى الله عليه و سلم seolah mengisyaratkan bahwa mereka tidak berhak ats pemberian Nabi صلى الله عليه و سلم yang sangat didambakan oleh setiap muslim. Mengapa? Karena ternyata mereka telah menjadi muslim sebatas pengakuan formal belaka. Adapun komitmen mereka tidak sesuai dengan tuntutan semestinya. Mereka tidak menjadikan Allah سبحانه و تعالى semata sebagai Zat Pemersatu. Bahkan mereka telah mengembangkan sejenis jalan hidup yang asing dari dienullah Al-Islam sepeninggal Rasulullah صلى الله عليه و سلم sambil mereka tetap ngotot mengaku diri mereka muslim. Maka akhirnya Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم juga turut mengusir mereka. Na’udzubillaahi min dzaalika.
أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ رَجُلًا لَهُ خَيْلٌ غُرٌّ مُحَجَّلَةٌ بَيْنَ ظَهْرَيْ خَيْلٍ دُهْمٍ بُهْمٍ أَلَا يَعْرِفُ خَيْلَهُ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِنَّهُمْ يَأْتُونَ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ الْوُضُوءِ وَأَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الْحَوْضِ أَلَا لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ حَوْضِي كَمَا يُذَادُ الْبَعِيرُ الضَّالُّ أُنَادِيهِمْ أَلَا هَلُمَّ فَيُقَالُ إِنَّهُمْ قَدْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا
Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda: “Apa pendapat kalian, seandainya seorang lelaki mempunyai seekor kuda yang berbulu putih di dahi serta di kakinya, dan kuda itu berada di tengah-tengah sekelompok kuda yang hitam legam. Apakah dia akan mengenali kudanya itu?” Para Sahabat menjawab, ‘Sudah tentu wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda lagi: ‘Maka mereka datang dalam keadaan muka dan kaki mereka putih bercahaya karena bekas wudlu. Aku mendahului mereka ke telaga. Ingatlah! Ada golongan lelaki yang dihalangi dari datang ke telagaku sebagaimana dihalaunya unta-unta sesat’. Aku memanggil mereka, ‘Kemarilah kamu semua’. Maka dikatakan, ‘Sesungguhnya mereka telah menukar ajaranmu selepas kamu wafat’. Maka aku bersabda: “Pergilah jauh-jauh dari sini.” (Shahih Muslim No. 367)