Salah satu ciri utama orang bertaqwa ialah semangatnya untuk memohon ampun kepada Allah. Ia sangat menyadari jika dirinya sebagaimana manusia lainnya tidak luput dari dosa dan kesalahan. Maka Muttaqin senantiasa mencari jalan untuk selalu diampuni segenap dosanya oleh Allah. Bila ia tahu ada suatu amal-perbuatan yang dapat menghapus dosanya maka dengan segera ia akan kerjakan bila ia sanggup.
“Dan (Muttaqin juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS Ali Imran ayat 135)
Bila manusia sedang berkumpul biasanya mereka tidak lepas dari pembicaraan satu sama lain. Setiap kali manusia berkumpul lalu terlibat dalam suatu pembicaraan maka itu merupakan sebuah majelis. Setiap kali orang berkumpul banyak sekali hal yang bisa mereka bicarakan. Pembicaraan bisa berkisar dari hal-hal bermanfaat hingga hal-hal yang tidak bermanfaat.
Islam sebagai ajaran yang bersumber dari Allah Yang Maha Tahu dan Maha Mendengar sangat memperhatikan masalah majelis. Islam tidak membenarkan sekumpulan orang terlibat dalam pembicaraan yang sia-sia apalagi mengandung dusta dan kebatilan. Sehingga Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengkaitkan masalah kualitas pembicaraan seseorang dengan keimanan kepada Allah dan Hari Akhir.
Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: “Barangsiapa beriman kpd Allah dan Hari Akhir hendaklah bicara yang baik atau diam.” (HR Bukhari-Muslim)
Dalam suatu kesempatan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memberi nasihat sorang sahabat mengenai pentingnya menjaga lisan dari perkataan yang sia-sia apalagi munkar.
Dari Sufyan Abdullah Ats-Tsaqafy radhiyallahu ’anhu ia berkata: ”Aku berkata: “Ya Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang harus aku pelihara.” Beliau menjawab: “Katakanlah: ‘Rabbku Allah kemudian beristiqamahlah’.” Aku kembali bertanya: “Ya Rasulullah, apa yang engkau paling khawatirkan terhadap diriku?” Beliau lalu memegang lidahnya sendiri dan bersabda: “Ini (lisan)”. (HR Tirmidzi 2334)
Oleh sebab itu Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengajarkan ummatnya agar senantiasa mengakhiri setiap majelis –apapun bentuk majelisnya- dengan membaca do’a kaffaratul-majelis atau do’a penutup majelis. Sebab dengan demikian maka dosa-dosa pembicaraan yang dilakukan –sengaja maupun tidak- di dalam majelis tersebut akan dihapus oleh Allah melalui do’a tersebut.
Dari Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu ’anhu ia berkata: “Jika Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam hendak bangun dari suatu majelis beliau membaca: Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika “Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji bagiMu, aku bersaksi bahwa tiada ilah selain Engkau aku mohon ampun dan bertaubat kepadaMu". Seorang sahabat berkata: “Ya Rasulullah, engkau telah membaca bacaan yang dahulu tidak biasa engkau baca?” Beliau menjawab: “Itu sebagai penebus dosa yang terjadi dalam sebuah majelis.” (HR Abu Dawud 4217)