Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam adalah seorang hamba Allah yang bila mengerjakan suatu kebaikan beliau teguh pendirian dalam melaksanakannya. Artinya sekali beliau menetapkan untuk mengerjakan kebaikan tertentu, maka kebaikan tersebut akan menjadi suatu kebiasaan yang dikerjakannya terus menerus. Sehingga isteri beliau Aisyah radhiyallahu ’anha berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا عَمِلَ عَمَلًا أَثْبَتَهُ وَكَانَ
إِذَا نَامَ مِنْ اللَّيْلِ أَوْ مَرِضَ صَلَّى مِنْ النَّهَارِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Bila Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam melakukan suatu ‘amal perbuatan, maka beliau teguh pendirian. Dan bila ia tertidur sepanjang malam atau ia sedang sakit, maka ia akan sholat (sunnah) di siang hari dua belas rakaat.” (HR Muslim 1235)
Jadi, teladan kita Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam telah memberi contoh betapa beliau sangat peduli untuk kontinyu dalam ber’amal. Beliau tidak mengenal kebiasaan ber’amal musiman. Sekali bertekad untuk mengerjakan sesuatu maka ia akan terus mengerjakannya. Kalaupun ada halangan untuk mengerjakannya maka ia akan berusaha menggantinya di waktu lain. Contohnya adalah sholat malam. Bila Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam ketiduran atau sakit sehingga tidak sholat malam, maka beliau ”membayar”nya dengan mengerjakan sholat sunnah di siang hari sebanyak duabelas rakaat.
Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bahkan pernah menyatakan bahwa perbuatan yang sedikit asal dikerjakan secara kontinyu terus-menerus lebih disukai Allah daripada perbuatan yang banyak/besar namun karena berat akhirnya hanya dikerjakan seseorang secara musiman saja. Ketika musimnya sedang semangat ia akan mengerjakannya. Namun ketika musimnya sedang lesu, maka ia akan tinggalkan perbuatan tersebut. Bersabda Nabi shollallahu ’alaih wa sallam:
اكْلَفُوا مِنْ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ حَتَّى
تَمَلُّوا وَإِنَّ أَحَبَّ الْعَمَلِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ
“Lakukanlah amal sesuai kesanggupan. Karena sesungguhnya Allah tidak akan bosan sehingga engkau menjadi bosan. Dan sesungguhnya amal yang paling Allah sukai ialah yang terus-menerus dikerjakan walaupun sedikit.” (HR Abu Dawud 1161)
Sahabat Abdullah bin Amr bin Ash pernah ditegur Nabi shollallahu ’alaih wa sallam karena ia ketahuan pernah sholat malam namun kemudian semangatnya sempat memudar. Maka Nabi shollallahu ’alaih wa sallam langsung bersabda kepadanya:
يَا عَبْدَ اللَّهِ لَا تَكُنْ مِثْلَ فُلَانٍ كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ
“Wahai Abdullah, janganlah kamu seperti si Fulan. Dulu ia (rajin) sholat malam, kemudian ia tinggalkan sholat malam.” (HR Bukhary 1084)
Saudaraku, marilah kita menjadi seperti para pendahulu kita. Bila sudah memilih suatu ’amal sholeh atau ’amal ibadah sunnah untuk dikerjakan, mereka bertekad untuk mengerjakannya secara kontinyu, tidak angin-anginan. Oleh sebab itu, janganlah kita ambisius dalam memilih suatu amal kebaikan. Mulailah dari yang ringan dan pasti sanggup kita kerjakan. Lalu pastikan bahwa setiap hari kita kerjakan. Jangan lupa minta kepada Allah agar hati kita diteguhkan dalam melaksanakannya.
“Ya Allah yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku dalam agamaMu.” (HR Tirmidzi 2066)
Jika kita pilih untuk setiap pagi mengeluarkan infaq rutin walau ”hanya” seribu rupiah, maka kerjakanlah. Jika kita pilih untuk mengerjakan sholat dhuha, maka biasakanlah setiap hari mengerjakannya. Jika kita pilih untuk membaca Al-Qur’an setiap hari setengah juz, maka kerjakanlah ia sebaik mungkin. Jika kita pilih untuk sholat malam sepekan tiga kali, maka usahakanlah untuk kontinyu mengerjakannya. Lebih baik lagi jika ditekadkan agar pada akhirnya sanggup mengerjakan sholat tahajjud setiap malam.
Ada hal yang menarik dari ajaran Allah Al-Islam ini. Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam memberi kita kabar gembira. Terutama bagi orang-orang beriman yang sudah memiliki ’amal perbuatan rutin yang biasa dikerjakan dengan tekun secara kontinyu. Hadits ini menyatakan bahwa orang yang sakit atau sedang dalam perjalanan alias safar, maka segenap kebiasaan rutinnya akan tetap dicatat sebagai ganjaran/pahala di sisi Alah walaupun ia sebenarnya tidak mengerjakannya. Seperti kita ketahui bahwa penyakit seringkali menghalangi kita dari berbuat optimal sebagaimana saat kita sedang sehat wal ’afiat. Begitu pula dengan orang yang sedang dalam perjalanan. Tabiat safar seringkali menghalangi seseorang dari sanggup mengerjakan perbuatan rutin yang biasa ia kerjakan saat sedang mukim di satu tempat tidak sedang safar.
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
“Jika seorang hamba sakit atau sedang safar (bepergian), maka dicatat untuknya ‘amal perbuatan yang biasa ia kerjakan seperti di waktu ia sehat dan tidak sedang bepergian.” (HR Bukhary 2774)
Saudaraku, hal istimewa ini hanya berlaku bagi mereka yang memang sudah memiliki kebiasaan ber’amal sholeh atau ‘amal ibadah sunnah yang sudah kontinyu dikerjakan. Oleh karenanya, saudaraku, mumpung umur masih ada, marilah kita mulai membiasakan ‘amal yang baik secara kontinyu, walaupun kecil.
Ya Allah, teguhkanlah hati kami dalam meniti ketaatan di jalanMu. Amin.