Orang bilang bahwa media modern sekuler memiliki motto “bad news is good news”. Artinya setiap kejadian buruk malah menjadi sumber penghasilan.
Oleh karenanya media bermotto seperti itu sangat rajin mengumpulkan dan menyebarluaskan berbagai kejadian yang mengandung kemaksiatan, perbuatan keji, permusuhan, intrik, konflik dan kriminalitas.
Semakin heboh suatu kejadian semakin bersemangat para kuli tinta sekuler memburunya. Itulah realitas berbagai media yang sejatinya berkarakter “modern sekuler”. Dia tidak peduli jika berita yang disebarluaskan melanggar akhlak ajaran Allah سبحانه و تعالى Al-Islam.
Ia hanya mengutamakan bagaimana caranya agar tiras atau ratingnya tinggi di mata para pembaca, pendengar atau pemirsanya. Semakin tinggi tiras, maka semakin besar income yang dihasilkan. Inilah realita dunia media-massa pada umumnya di zaman penuh fitnah dewasa ini.
Sampai di sini sesungguhnya masalah yang timbul sudah cukup parah. Sebab keadaan ini menjadikan masyarakat setiap hari harus mendengar, menyaksikan dan mengunyah-ngunyah berbagai berita buruk yang sudah barang tentu mempengaruhi otak dan hatinya. Dan akibat selanjutnya masyarakat cenderung mengalami de-sensitisasi (penurunan kehalusan perasaan/penginderaan) terhadap berbagai perilaku kemaksiatan, perbuatan keji, permusuhan, intrik, konflik dan kriminalitas yang diberitakan media-massa.
Artinya masyarakat kian hari menjadi kian terbiasa dengan berbagai keburukan tersebut sehingga menjadi toleran terhadap semua hal keji itu. Akibat puncaknya hilanglah ghirah (kecemburuan) di dalam diri dan akhirnya spirit amar ma’ruf nahi munkar (menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran) menjadi pupus kalau tidak bisa dibilang mati sama sekali.
Sulit menemukan media dewasa ini yang berfungsi sebagai pelita di tengah kegelapan zaman penuh fitnah. Media yang menyebabkan manusia menjadi ingat dan tunduk-merendah kepada sang Pencipta Alam Raya, Allah سبحانه و تعالى . Yang menyebarluaskan optimisme akan masa depan cerah kebangkitan kembali dienullah Al-Islam. Yang meyakinkan masyarakat bahwa hanya dengan kembali kepada Al-Islam sajalah dunia akan menemukan keadilan, kedamaian dan kesejahteraan hakiki. Yang tidak ikut terkotak ke dalam fanatisme kelompok, golongan maupun partai alias media partisan. Yang senantiasa mengingatkan masyarakat bahwa kehidupan dunia bersifat fana dan bakal sirna, sedangkan kehidupan akhirat merupakan kehidupan sejati dan abadi. Yang meyakinkan ummat bahwa sepahit apapun penderitaan dunia, sesungguhnya ia tidak setara dan tidak patut disejajarkan dengan kesengsaraan hakiki Murka dan Neraka Allah di akhirat kelak nanti. Yang terus-menerus menyadarkan masyarakat bahwa senikmat apapun kesenangan dunia, namun ia tidak pantas diburu dan dikejar sebagaimana seharusnya berkompetisi memburu kebahagiaan hakiki dan lestari Ridho dan Jannah Allah di akhirat kelak. Yang menyemangati setiap orang beriman agar selalu memperjuangkan ihdal-husnayain (satu dari dua kebaikan), yakni isy kariiman (hidup mulia di bawah naungan Syariat Allah) atau mut syahiidan (mati syahid).
Sampai di sini sesungguhnya masalah yang timbul sudah cukup parah. Tetapi masalahnya tidak cuma itu. Sudahlah media yang beredar umumnya sekuler lalu ditambah lagi dengan realitas pahit bahwa masyarakat yang menikmati media seperti itu umumnya merupakan masyarakat yang mudah terprovokasi.
Masyarakat penikmat media sekuler tadi sangat mudah dipancing emosinya untuk berreaksi yang sungguh jauh dari dewasa dan bertanggung-jawab, apalagi bersikap Islami…! Dalam merespon media penyebar kerusakan kebanyakan masyarakat terbelah menjadi dua. Sebagian menjadi corong yang turut menyebarkan lebih lanjut apapun berita atau info media tadi. Padahal boleh jadi sebenarnya berita yang disebarkan tidak benar alias palsu.
Sehingga kadangkala orang yang menyebarkan berita tadi tanpa sadar telah terlibat dalam menghujat orang yang sholeh semata-mata karena ia tidak suka kepada orang tersebut atau kelompok dimana orang tersebut merupakan anggota di dalamnya. Tetapi bisa juga terjadi bahwa tanpa sadar kita secara membabi-buta alias taqlid membela orang yang memang benar-benar terlibat suatu kemaksiatan semata-mata karena yang diberitakan itu adalah kawan dekat atau teman sekelompok, golongan atau partai.
Sungguh kita sedang menjalani era penuh fitnah. Masyarakat begitu mudahnya terpancing untuk harus berfihak ketika mengikuti suatu isyu yang ditebar media. Seolah hanya ada dua pilihan sikap. Menyetujui isi pemberitaan atau mengingkarinya. Padahal menyetujui seringkali berarti turut menebar fitnah, gosip dan dusta. Sebaliknya, mengingkari terkadang menyebabkan hilangnya sikap obyektif dan menyuburkan fanatisme kelompok yang bersifat irrasional. Right or wrong is my group, my organization and my party. Oleh karenanya Allah سبحانه و تعالى sangat mengharuskan seorang muslim bersikap adil dan obyektif.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ
شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ
أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. (QS An-Nisa 135)
Janganlah karena fihak yang memperoleh pemberitaan negatif di media adalah “orang dekat” kita maka dengan membabi-buta kita bela dia. Seolah orang dekat kita itu tidak pernah terlibat kesalahan dan dosa.
Waspadalah saudaraku, jangan sampai tanpa sadar kita malah membela dengan kacamata kuda seseorang yang sebenarnya dikategorikan Allah سبحانه و تعالى sebagai orang fasiq (jahat). Janganlah spirit keorganisasian dibiarkan berkembang menjadi virus ta’ashshub (fanatisme golongan) yang dibenci Allah سبحانه و تعالى dan Rasulullah Muhammad صلى الله عليه و سلم .
Ingat, semua kita pasti akan mempertanggung-jawabkan apapun yang telah kita sikapi, ucapkan dan perbuat.
Jangan asal membeo kepada fihak yang kita merasa sudah dekat dengannya. Padahal siapapun di dunia ini –selain Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم – bisa tergelincir ke dalam kesalahan dan dosa. Selain Allah سبحانه و تعالى dan RasulNya Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم tidak ada fihak yang dapat meng-claim dirinya atau kelompoknya sebagai pemilik kebenaran sejati.
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ
كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.(QS Al-Israa 36)
Seperti misalnya kasus seorang pejabat aktifis Islam yang mengutip ayat dari Kitab Suci selain Al-Qur’an. Maka timbul kehebohan di masyarakat. Banyak aktifis Islam lainnya yang mengecam perbuatan tersebut. Mereka memandang apa perlunya tindakan seperti itu dilakukan, tidakkah cukup mengutip dari Al-Qur’an saja sebagai daftar firman Allah سبحانه و تعالى yang telah sempurna dan lengkap? Kemudian secara otomatis muncullah pembelaan dari aktifis seorganisasi dengan pejabat tersebut. Ia melakukan pembelaan yang sedemikian ilmiah dalam sebuah tulisan panjang.
Maksudnya adalah memberikan alasan argumentatif dalam rangka justifikasi perbuatan sang pejabat. Tulisan tersebut cukup bermutu. Tetapi sayang ketika sang pejabat itu sendiri di-tabayyun (dimintai penjelasannya) kemudian diwawancarai langsung oleh media untuk ditanyakan apa sebenarnya latar belakang ia mengutip Kitab Suci selain Al-Qur’an, maka ia mengaku dirinya merupakan sosok inklusif yang menghadirkan Islam Rahmatan Lil ‘Alamien.
Lalu ia mengatakan bahwa penyebutan terhadap ayat di Kitab Suci selain Al-Qur’an itu menunjukkan partainya tidak memiliki pandangan sempit. Artinya, apa yang begitu panjang lebar dan ilmiah dijadikan pembelaan oleh kawan separtainya justeru dibantah oleh pejabat itu sendiri. Ini sudah cukup bagi kita untuk memperoleh gambaran akan situasi yang sebenarnya. Wallahu a’lam.
Tetapi demikian pula sebaliknya, janganlah kebencian kita kepada orang atau kelompok tertentu menyebabkan kita ikut-ikutan menjadi usil sebagaimana usilnya para insan media sekuler. Semata-mata karena kita senang melihat fihak lawan politik kita tersingkap aib dan kelemahannya di depan publik.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ
شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ
وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ
عَلَى أَلا تَعْدِلُوا
اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS Al-Maidah 8)
Betapapun tidak setujunya kita terhadap kiprah seseorang atau suatu kelompok tertentu hal itu tidak boleh menjadi pembenaran atas penyebarluasan aib dan kesalahan mereka.
Kita harus senantiasa ingat dan yakin bahwa para malaikat tidak pernah lalai mencatat setiap perbuatan manusia, baik dikerjakan di tempat terbuka maupun tertutup. Dan Allah سبحانه و تعالى merupakan Dzat Yang Maha Adil. Allah سبحانه و تعالى pasti akan memberikan ganjaran yang setimpal atas setiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun. Setiap amal kebaikan akan memperoleh reward yang setimpal dan setiap amal keburukan memperoleh hukuman yang juga setimpal.
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.(QS Az-Zalzalah 7-8)