Mengapa kekacauan di dunia dewasa ini begitu merebak? Coba perhatikan berbagai berita di media. Hampir semua mengabarkan kekacauan, perselisihan dan kezaliman. Sedemikian merebaknya kekacauan sampai-sampai di kalangan insan media di dunia barat berkembang suatu motto yaitu Bad News Is Good News (berita buruk adalah berita baik). Artinya berita yang mengandung kekacauan diyakini bakal mendatangkan profit bisnis. Bila suatu berita mengandung kebaikan, maka ia dianggap ”tidak menjual” Astaghfirullah..!!
Namun pertanyaan di atas belum terjawab… Mengapa hal ini terjadi di masa kita sekarang? Saudaraku, tidak perlu kita susah-susah mencari jawabnya. Silahkan simak pesan Nabi Muhammad saw berikut:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
لَيُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ
تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ
(AHMAD – 21139) : Dari Abu Umamah Al Bahili dari Rasulullah Shallallahu’alaihiWasallam bersabda: “Sungguh ikatan Islam akan terurai simpul demi simpul. Setiap satu simpul terurai maka manusia akan bergantunganpada simpul berikutnya. Yang pertama kali terurai adalah masalah hukum dan yang paling akhir adalah sholat.”
Sebagaimana ditulis oleh Ahmad Thomson dalam bukunya Sistem Dajjal bahwa semenjak hampir satu abad yang lalu dunia memasuki suatu keadaan dimana nilai-nilai Rabbani dan Nabawy ditinggalkan dan nilai-nilai kekafiran alias Sistem Dajjal ditegakkan. Penulis muslim berkebangsaan Inggris ini dengan tegas berpandangan bahwa peradaban modern yang disetir oleh Dunia Barat Yahudi-Nasrani telah menyebabkan seluruh masyarakat dunia terjebak ke dalam suatu kehidupan yang mengingkari eksistensi Allah dan meyakini bahwa hidup ini hanyalah di dunia belaka. Sebagaimana Allah gambarkan mengenai kaum sekularis (orang-orang yang dunia-minded) di dalam Al-Qur’an:
وَقَالُوا مَا هِيَ إِلا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا
إِلا الدَّهْرُ وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلا يَظُنُّونَ
”Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS Al-Jatsiyah ayat 24)
Dari sejarah, kita dapati bahwa sebenarnya selama hampir empat-belas abad dunia berada dalam kebaikan karena dipimpin oleh orang-orang beriman yang senantiasa mengembalikan segenap urusan –baik pribadi maupun publik– kepada hukum Allah dan RasulNya. Para pemimpin tersebut berusaha keras untuk memimbing masyarakat menuju keridhaan Allah dan mengikuti sunnah NabiNya. Memang harus diakui bahwa selama masa itu terkadang ada saja khalifah-khalifah pemimpin ummat yang memiliki karakter bermasalah (baca:fajir), tapi secara formal otoritas kemasyarkatan pada masa itu masih menjunjung tinggi sumber utama rujukan ummat Islam, yaitu Al-Qur’an Al-Karim dan As-Sunnah An-Nabawiyyah. Sehingga secara garis besar ummat masih merasakan rahmat dan nikmatnya hidup di bawah naungan hukum Allah. Sehingga selama rentang waktu yang begitu panjang ummat masih menyerahkan ketaatan dan loyalitasnya kepada Ulil Amriminkum (pemegang urusan dari kalangan orang-orang beriman) sebagaimana diperintahkan Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ
وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa ayat 59)
Namun semenjak dunia menyaksikan berdirinya berbagai negara berdasarkan konsep kebangsaan dan bukan lagi berlandaskan aqidah tauhid dan ibadah kepada Allah semata, maka mulailah dalam bidang hukum masing-masing nation-states tersebut meninggalkan hukum Allah dan RasulNya lalu berkreatifitas menyusun sendiri hukumnya masing-masing. Ada yang kurang kreatif sehingga begitu saja mengadopsi sistem hukum mantan penjajahnya, seperti Indonesia mengambil perangkat hukum Belanda sebagai hukum nasionalnya. Namun ada juga yang sedikit lebih kreatif dengan mengkombinasikan hukum mantan penjajahnya dengan hukum adat-setempat plus campuran hukum dari Al-Qur’an. Tetapi tidak ada yang secara murni dan konsekuen menjadikan hanya Al-Qur’an Al-Karim dan As-Sunnah An-Nabawiyyah sebagai rujukan tunggal hukum nasionalnya, apalagi dalam tataran aplikasinya.
Inilah salah satu tanda akhir zaman yang di-nubuwwah-kan (diprediksi) oleh Rasulullah saw di dalam hadits riwayat Imam Ahmad di atas. “Sungguh ikatan Islam akan terurai simpul demi simpul. Setiap satu simpul terurai maka manusia akan bergantungan pada simpul berikutnya. Yang pertama kali terurai adalah masalah hukum dan yang paling akhir adalah sholat.”
Jelas sekali Nabi saw mengisyaratkan bahwa dekadensi penerapan ajaran Islam diawali dengan lepasnya simpul dalam masalah hukum. Dewasa ini kita menyaksikan bahwa tidak ada lagi tatanan masyarakat yang masih menerapkan hukum Islam secara murni dan konsekuen. Semua berlomba meninggalkan hukum Allah dan membanggakan hukum produk kelompok manusia masing-masing bangsa. Tanpa kecuali hal ini juga terjadi di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim. Jika masyarakat diajak untuk kembali kepada penerapan syariat Islam atau kembali kepada hukum Allah dan RasulNya, maka kebanyakan orang menolaknya. Padahal sikap penolakan seperti yang mereka tunjukkan hanya pantas dilakukan oleh kaum munafik sebagaimana Allah jelaskan berikut:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ
رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا
“Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS An-Nisa ayat 61)
Hukum Allah wajib ditegakkan karena hanya dengan menerapkan hukum Al-Qur’an sajalah kebenaran dan keadilan dapat diwujudkan. Banyak orang mengaku membela kebenaran dan keadilan, namun jika ditanya apa yang dia maksud dengan kebenaran dan keadilan, maka ia pasti akan menjawab selain Al-Qur-an. Padahal kebenaran dan keadilan hanya dapat wujud jika kita menegakkan hukum berlandaskan Kitab Allah, yakni Al-Qur’an.
وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلا
لا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
”Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al Qur’an), sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah-rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-An’aam ayat 115)
Wajarlah bila hukum Al-Qur’an merupakan hukum satu-satunya yang benar dan adil, sebab seluruhnya bersumber dari Allah Yang Maha Benar lagi Maha Adil. Sedangkan hukum manusia merupakan hukum yang pati mengandung cacat dan ketidak-sempurnaan, sebab Allah sendiri menggambarkan manusia sebagai makhluk yang amat zalim lagi amat bodoh. Bagaimana mungkin manusia dengan karakter seperti itu akan sanggup memproduk hukum yang benar apalagi adil? Tidak mengherankan kalau di zaman ini kita temukan bahwa berbagai kezaliman dan perilaku bodoh merebak di tengah kehidupan masyarakat modern.
إِنَّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ
فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الإنْسَانُ
إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولا
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS Al-Ahzab ayat 72)
Saudaraku, dari terurainya simpul Islam yang paling pertama ini, maka kitapun menyaksikan terurainya berbagai simpul Islam lainnya. Sehingga dewasa ini tidak lagi mengagetkan bila kita mendapati seorang yang mengaku muslim dengan ringannya meninggalkan kewajiban paling asasi, yaitu sholat. Dan jika ini benar, berarti dewasa ini kita sedang menyaksikan realisasi hadits Nabi saw di atas di mana dari ikatan Islam paling awal –yaitu masalah hukum– hingga ikatan Islam paling akhir –yaitu sholat– semua telah terurai.
Saudaraku, marilah kita menjadikan ini sebagai ibrah agar kita memainkan peranan seoptimal mungkin untuk merajut kembali ikatan Islam simpul demi simpul. Dimulai dengan kita menghidupkan sholat wajib berjamaah dan di masjid hingga mengadvokasi wajibnya ummat kembali hanya tunduk kepada hukum Allah dan RasulNya dan meninggalkan hukum zalim lagi tidak cerdas bikinan manusia yang hanya menimbulkan kekacauan, melestarikan kemungkaran dan berfihak kepada kezaliman. Insya Allah.