Mental Pecundang

Apa sebenarnya yang menyebabkan banyak muslim dewasa ini ber-mental pecundang? Banyak sebabnya. Di antaranya ialah:

  1. Tidak memiliki keyakinan yang mantap bahwa sesungguhnya Allah سبحانه و تعالى pasti menolong orang yang menolong (agama) Allah سبحانه و تعالى. Dia ragu apakah benar jika dirinya tampil dengan identitas Islam ia bakal ditolong Allah سبحانه و تعالى? Sehingga akhirnya dia menawar dalam hal ini. Dia mulai mencari identitas lain yang dia sangka jika ia tampilkan –baik bersama dengan identitas Islam maupun tidak- maka manusia di sekitar akan memberikan apresiasi kepada dirinya. Ia akan dianggap sebagai orang yang lebih “mudah diterima”. Padahal jelas Allah سبحانه و تعالى berfirman:

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

    Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS. Muhammad [47] : 7)

  2. Dia silau melihat kaum kafir yang Allah sedang berikan kesempatan memimpin dunia dewasa ini di zaman yang penuh fitnah (baca: ujian) bagi kaum yang beriman. Lalu dalam rangka supaya bisa segera menyaingi keberhasilan kaum kafir, maka diapun mengikuti jejak langkah, tabiat dan kebiasaan kaum kafir. Jika kaum kafir bisa meraih kemenangan tanpa menghiraukan keterlibatan agama dalam urusan kehidupan sosial, politik dan ekonomi, maka iapun menganggap bahwa hal itu juga bisa diraih oleh ummat Islam jika paham sekularisme turut dikembangkan di tengah kaum muslimin. Akhirnya ia beranggapan bahwa identitas berdasarkan kesamaan bangsa lebih dapat diandalkan daripada identitas berdasarkan kesamaan aqidah dan ketundukan kepada Allah, Rabb Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa alam raya. Paham nasionalisme yang merupakan ideologi produk manusia dipercaya dapat “lebih menjual” daripada ideologi dienullah (agama Allah) Al-Islam yang bersumber dari Allah سبحانه و تعالى . Alhasil keyakinan bahwa Allah سبحانه و تعالى merupakan sebab bersatunya hati manusia digantikan dengan man-made ideologies sebagai sebab persatuan dan kesatuan umat manusia. Padahal jelas Allah سبحانه و تعالى berfirman:

    وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًامَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ

    “Dan (Allah) Dialah Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.” (QS. Al-Anfal [8] : 63)

  3. Dia mudah terjebak oleh paham-paham sesat modern yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sementara ada sebagian ummat Islam bahkan tokoh Islam yang justeru mendukung paham-paham tersebut. Dukungan yang diberikan kadang-kala dijabarkan dalam tulisan-tulisan yang berdalilkan ayat dan hadits pula. Di antaranya adalah seperti paham Pluralisme, Sekularisme, Humanisme serta Demokrasi. Memang harus diakui bahwa jika seorang muslim tidak memiliki ilmu yang cukup dan rajin membaca berbagai tulisan para ulama dan pemikir Islam yang kritis membedah kesesatan paham-paham tersebut, niscaya dia akan dengan mudah menelan berbagai pandangan yang mendukung dan menjustifikasi keabsahan paham-paham tadi. Sebab media yang pada umumnya sekuler lebih condong memuat pendapat yang sejalan dengannya. Hanya sedikit sekali media Islam yang cukup cerdas membongkar bahayanya paham-paham tadi. Karena disamping kecerdasan juga diperlukan keberanian untuk menentang arus yang mengkampanyekannya. Itulah rahasianya Allah سبحانه و تعالى memerintahkan ummat Islam agar tidak mudah ikut arus yang ramai.

    وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ

    “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS. Al-An’aam [6] : 116)

  4. Dia tidak cukup sabar meniti jalan sulit dan mendaki sesuai sunnah (tradisi) cara berjuang Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم untuk meraih janji kemenangan agama Allah سبحانه و تعالى di dunia. Dia mengira bahwa jadwal kemenangan ummat Islam mesti ditentukan oleh perhitungan akal dirinya sendiri. Padahal segala sesuatu memiliki dan mengikuti sunnatullah. Akhirnya demi segera tercapainya kemenangan ia rela berjalan dan berjuang tidak lagi mencontoh sunnah Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم Mulailah dia memandang para mujahidin yang sejatinya berada di atas jalan Allah سبحانه و تعالى justeru sebagai kalangan yang bodoh, tidak progressif dan tidak realistis. Sedangkan para kolaborator (baca: para pengkhianat) justeru dipandangnya sebagai kalangan yang berpandangan luas, progressif dan realistis dalam berjuang. Mereka lupa bahwa kalah dan menang merupakan tabiat hidup di dunia. Tidak mungkin ummat Islam terus-menerus meraih kemenangan di dunia sebagaimana tidak mungkin kaum kafir pasti selalu mengalami kekalahan di dunia. Allah سبحانه و تعالى menggilir masa kejayaan dan kemenangan di antara ummat manusia. Ada masanya ummat Islam berjaya, ada masanya ummat Islam terpuruk. Ada masanya kaum kafir terpuruk, ada masanya mereka diizinkan Allah meraih kemenangan di dunia.

    إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُوَتِلْكَ الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُواوَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

    “Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Ali Imran [3] : 140)

    Yang pasti, hanya kaum beriman sejati sajalah yang selamanya akan berjaya dan bahagia di akhirat. Dan hanya kaum kafirlah —beserta kaum munafiq yang berkolaborasi dengan mereka— yang selamanya bakal merugi dan menderita kekalahan sejati di akhirat kelak nanti.