Al-Qur’an Al-Karim merupakan kitab suci ummat Islam yang mempunyai banyak julukan. Bilamana orang-orang beriman mau dan mampu menyikapi dan memposisikannya sebagaimana aneka julukan yang Allah sematkan kepadanya, maka insyAllah mereka akan memperoleh kemuliaan hidup di dunia dan keselamatan di akhirat.
Pertama, di antara julukan yang Allah swt berikan kepada Al-Qur’an ialah penyebutannya sebagai Al-Huda (petunjuk).
الم ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
“Alif lam miim, ini (Al-Qur’an) adalah kitab yang tak ada keraguan di dalamnya menjadi petunjuk bari orang-orang yang bertaqwa.”(QS Al-Baqarah ayat 1- 2).
Barangsiapa membaca Al-Qur’an akan memperoleh petunjuk ke mana ia harus malangkah dalam hidupnya di dunia ini. Dan sebaliknya, bilamana manusia berusaha mencari petunjuk selain Al-Qur’an, maka ia akan tersesat dan tak tahu arah hidup.
Kedua, Al-Qur’an juga disebut sebagai Al-Furqan atau pembeda.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
“Bulan Ramadhan adalah bulan diwahyukannya Al-Qur’an, petunjuk bagi manusia dan penjelas bagi petunjuk tersebut dan pembeda.” (QS Al-Baqarah 185).
Orang yang membaca Al-Qur’an akan memiliki quwwatul-furqan (kemampuan membedakan) antara benar dan salah, halal dan haram serta legal dan illegal di mata Allah swt. Hal ini penting karena dewasa ini begitu banyak pendapat manusia yang membingungkan. Ada yang berpendapat bahwa sesuatu hal baik, namun pendapat lain mengatakan bahwa hal tersebut jelek. Ada juga yang berpendapat sesuatu hal terpuji, tapi bagi fihak lain hal tersebut justru tercela. Manusia akan terombang-ambing bilamana dalam keadaan dunia dewasa ini tak mampu membedakan mana sebenarnya yang baik dan mana sebenarnya yang buruk.
Kita melihat banyak orang mencari jalan aman dengan mengatakan netral sehingga tidak usah berpendapat, padahal sikap demikian malah melahirkan problema baru. Karena setiap pilihan sikap pada hakekatnya harus kita pertanggung-jawabkan di depan Allah swt. Setiap pilihan sikap dan perilaku bisa berkonsekuensi pahala atau dosa. Nabi Muhammad saw bersabda:
لَا تَكُونُوا إِمَّعَةً تَقُولُونَ إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَحْسَنَّا وَإِنْ ظَلَمُوا ظَلَمْنَا وَلَكِنْ وَطِّنُوا أَنْفُسَكُمْ إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوا وَإِنْ أَسَاءُوا فَلَا تَظْلِمُوا
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ (الترمذي)
“Janganlah kalian seperti bunglon. Bila manusia banyak melakukan kebaikan maka kamu berlaku baik. Bila manusia banyak berbuat kejahatan kamu ikut pula berbuat jahat. Akan tetapi genggam eratlah jiwa-jiwa kalian. Bila manusia banyak berbuat baik maka berbuat baiklah bersama mereka. Namun bila banyak manusia berbuat jahat, maka tinggalkanlah kejahatan mereka itu.” (Tirmidzi 7/290)
Bagaimana mungkin seseorang akan memiliki prinsip hidup bila ia tidak memiliki kemampuan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Ketiga, Al-Qur’an juga disebut sebagai Asy-Syifaa atau penawar/obat.
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآَنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan Kami wahyukan Al-Qur’an apa-apa yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang beriman.” (QS Al-Israa ayat 82).
Kita temukan banyak arahan dari Nabi Muhammad saw tentang ayat-ayat Al-Qur’an tertentu yang bisa menjadi obat penawar bagi penyakit manusia. Obat di sini terutama berkenaan dengan urusan rohani dan mental yang sifatnya non-jasmani. Bahkan Al-Qur’an sanggup menjadi penawar bagi seseorang yang mendapat gangguan dari alam ghaib seperti serangan sihir atau gangguan jin.
Keempat, Al-Qur’an merupakan Rahmat atau ungkapan kasih sayang Allah swt kepada orang-orang beriman.
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآَنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan Kami wahyukan Al-Qur’an apa-apa yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang beriman.” (QS Al-Israa ayat 82).
Oleh karenanya seorang mukmin yang menghayati hal ini niscaya akan selalu gemar membaca, mengkaji bahkan meng’amalkannya sebab ia sangat berhajat akan kasih-sayang Allah swt. Ibarat kekasih menerima surat dari yang dicintainya, pasti ia akan menjaga, menyimpan baik-baik surat kekasihnya itu dan dari waktu ke waktu ia membaca kembali seraya menikmati isi surat tersebut.
Kelima, Al-Qur’an disebut sebagai Bayaanun lin-naas atau penjelas bagi manusia.
هَذَا بَيَانٌ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِلْمُتَّقِينَ
“(Al-Qur’an) ini merupakan penjelas bagi manusia dan petunjuk serta pelajaran
bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS Ali Imran ayat 138).
Disebut demikian karena di dalamnya terdapat begitu banyak penjelasan, keterangan dan informasi mengenai alam beserta segenap isinya. Dan perlu digaris-bawahi bahwa ia bukan penjelas khusus bagi orang beriman atau bertaqwa, tapi bagi manusia pada umumnya, siapapun dia, muslim atau bukan. Oleh karena itu, belakangan ini kita jumpai di dunia barat fenomena adanya sebagian ilmuwan doktor maupun profesor menjadi tercengang dan kagum setelah berinteraksi dengan kitab suci ini. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang kemudian memperoleh hidayah dari Allah swt sehingga berikrar dua kalimat syahadat masuk Islam. Alhamdulillah.-