Kemiskinan di Indonesia ternyata membuka peluang bagi oknum pelecehan seksual pada anak-anak. Tak tanggung-tanggung, anak-anak tersebut kerap menjadi korban pelecehan bagi para pelancong. Parahnya lagi, Indonesia menjadi pilihan nomor satu bagi para penderita pedofilia untuk memuaskan hasrat mereka via Internet melalui webcam.
Kepala polisi Federal Australia, Chris Sheehan mengatakan jika para oknum – yang disebut Malcolm – kerap datang ke Indonesia untuk mencari anak-anak yang akan dijadikan korban sejak tiga tahun belakangan. Bahkan sejak 2013, jelas Chris, Malcolm datang ke Bali atau Lombok untuk mencari korban sekitar empat hingga enam pekan selama tiga bulan. Biasanya mereka mencari keluarga yang memiliki anak di bawah umur dan terhimpit ekonomi.
Korban erupsi Gunung Agung pun, tidak luput dari incaran para pedofilia. Gunung yang erupsi pada tahun1963 tersebut, telah merusak lahan pertanian dan sumber pasokan air di daerah sekitar gunung. Hal ini membuat masyarakat kesulitan dan mengharuskan mereka mengemis di kota. Bahkan beberapa diantaranya terpaksa pergi ke kota dan menjadi pengemis, penjual pernak-pernik, atau pemijat di sebuah spa. Selanjutnya, anak-anak tersebut disuruh melakukan kegiatan seksual dengan imbalan rupiah
Sekjen Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Erlinda Siswanto mengatakan prihatin dengan fenomena tersebut. Pasalnya, hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak anak. “Anak dijadikan objek seks merupakan eksploitasi”, kata Erlinda. Seharusnya pemerintah memberi perhatian khusus terhadap masalah ini. Sayangnya, yang menghambat penyelesaian setiap kasus adalah polisi lokal itu sendiri. Dengan dalih menjaga nama baik Bali sebagai “pulau surga”.
Kondisi tersebut sangat memprihatinkan, padahal Indonesia belum mengalami MEA (Masyarakat Ekonomi Asean). Dimana segala kemudahan untuk keluar masuk sebuah negara bisa didapatkan dengan bebas tanpa ada hambatan. Sehingga bisa dibayangkan, nasib dari generasi penerus bangsa ini dalam menghadapi ancaman pedofilia. Tidak bisa dipungkiri faktor ekonomi menjadi sebab terbesarnya. Kemiskinan absolut dan struktural, keterbatasan lapangan kerja, ketidak adilan didalam pemanfaatan dan perolehan akses sumber daya alam, pendidikan dan ketrampilan rendah, perekonomian yang tidak kunjung tumbuh secara optimal, merebaknya masaalah sosial dan tayangan media massa yang tidak mendidik dan bersifat pornografi. Kesemuanya itu merupakan kondisi yang harus segera dirubah.
Pertama, penanganan terhadap tempat wisata. Menikmati keindahan alam merupakan suatu kemubahan (kebolehan) tetapi jangan sampai kebolehan tersebut justru menjerumuskan manusia pada lubang kemaksiatan. Sehingga tetap berlaku kewajiban menutup aurat dan menjaga tingkah laku, serta adab kesopanan. Pemisahan pengunjung laki-laki dan perempuan, serta penyediaan area khusus keluarga.
Kedua, menerapkan sistem ekonomi Islam yang mencakup adanya distribusi terhadap kepemilikan harta yang menjadi milik individu, milik umum dan milik negara. Sistem ekonomi Islam juga mencakup adanya jaminan terhadap distribusi kebutuhan pokok rakyat secara merata orang perorang dan memastikan bahwa seluruh kebutuhan pokok tersebut mampu dijangkau oleh daya beli seluruh masyarakat. Sehingga orang tua bisa sepenuhnya memastikan terpenuhi kebutuhan makan keluarganya dan tidak terbebani dengan kehidupannya. Sehingga bisa dihindari adanya anak-anak yang harus mengemis demi sesuap nasi.
Ketiga, menerapkan sistem sosial yang mampu melindungi remaja dan anak-anak dari pergaulan bebas. Sistem sosial yang diterapkan adalah yang mengatur interaksi laki-laki dan perempuan, juga segala hal yang diakibatkan oleh interaksi tersebut.
Keempat, menerapkan sistem sanksi Islam bagi pelanggar segala tindak kemaksiatan, baik yang terkategori hudud (pelanggar hak Allah : zina, liwath, qodzaf, mencuri, murtad, pembegal, dan pemberontak) atau jinayat (pelanggar hak manusia :pembunuhan, tindak kekerasan) demikian pula pelanggar sistem sosial seperti tidak menutup aurat, berkhalwat, suami yang tidak memberi nafkah isteri, tindak pelecehan, termasuk seluruh tayangan yang menggambarkan kekerasan dan dinilai mengganggu dan meresahkan masyarakat dalam hal ini akan dikenai takzir.
Kelima, menyelenggarakan pendidikan dan kesehatan secara gratis dan berkualitas bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali. Berikut penyediaan sarana dan prasarana yang memadai sehingga masyarakat tidak akan tergiur oleh iming-iming berupa uang atau barang lainnya. Sekolah harus berkualitas untuk mencetak generasi yang mempunyai kepribadian Islam, penguasaan sains dan teknologi, serta ketrampilan hidup bagi anak didik.
Keseluruhan solusi tersebut hanya bisa diterapkan dalam bingkai khilafah. Orang tua dan anak menjadi terhormat pada sistem Islam. Masyarakat yang akan melakukan tindakan menyimpang pun akan berpikir ribuan kali karena beratnya sanksi yang dijatuhkan khilafah. Wallahu’alam bi ash showab.
Heni Satika
Pendidik di Sekolah Alam Mutiara Umat Tulungagung