Vaksin Sinovac
Pada Januari 2020: Sinovac mulai mengembangkan vaksin dari virus yang sudah dimatikan. Kemudian pada Juni melakukan uji klinis kombinasi fase 1 dan 2. Volunteers 743 orang. Hasil uji keamanan: tidak ditemukan reaksi yang tidak diharapkan dengan kategori parah.
Pada Juli uji klinis fase 3 di Brazil, diikuti dengan Indonesia dan Turki. Pada Oktober pihak berwenang di China bagian timur, Jiaxing, memberikan vaksin tersebut pada kelompok yang berisiko tinggi tertular: tenaga kesehatan, inspektor di pelabuhan dan petugas layanan publik.
Tidak disebutkan berapa jumlah orang yang divaksinasi. Pada Oktober 2020 pejabat di Brazil mengatakan bahwa vaksin Sinovac adalah yang paling aman dari 3 vaksin yang sedang diuji klinis fase 3 di sana.
Pada 19 November 2020 Sinovac mempublikasikan hasil uji klinis fase 1 dan 2 di jurnal ilmiah Lancet. Hasilnya: produksi antibodi yang dirangsang oleh vaksin hanya memiliki titer sedang saja. Hanya uji klinis fase 3 yang kelak akan membuktikan apakah itu cukup untuk melindungi orang dari tertular Covid-19.
Pada 18 November 2020: pemerintah Brazil mengumumkan mereka menghentikan sementara uji klinis fase 3-nya karena adanya reaksi yang tidak diharapkan (katanya paling aman?). Dua hari berikutnya uji dilanjutkan.
Tak ada penjelasan tentang apa yang sebenarnya terjadi. Brazil mengatakan sudah mendapat cukup data volunteers yang tertular infeksi, sehingga efikasinya sudah bisa dihitung. Mereka berencana mengumumkan laporannya, 23 Desember 2020. Tapi diundur 15 hari kemudian.
Apakah vaksin Pfizer, Moderna atau Sinovac efektif untuk virus strain baru, maka jawaban Arie Karimah adalah: “Sains membutuhkan Bukti Ilmiah untuk mengklaim sesuatu. Kalau ingin tahu efektif atau tidak ya perlu dilakukan dulu uji klinis selama 3-6 bulan”.
Tentu para ilmuwan juga melakukan prediksi ini. Tapi anda perlu membaca dulu untuk bisa memahaminya. Tidak bisa jump into conclusion. Pahami dulu apa itu mutasi genetik dan bagaimana vaksin Pfizer, Moderna atau Sinovac dulu dikembangkan sebelum strain baru ini ditemukan.
Virus Covid adalah membran berminyak yang berisi instruksi genetik untuk membuat jutaan copy “tubuh”nya sendiri. Instruksi tersebut tertanam dalam bentuk kode di 30.000 “surat” RNA: a, c, g dan u.
Saat virus menginfeksi sel tubuh kita, dengan cara spike proteinnya berikatan dengan reseptor ACE-2 (Angiotensin Converting Enzyme), maka virus akan memasukkan materi genetiknya ke dalam sel tubuh kita dan mengambil alih fungsi reproduksi sel yang dilakukan ribosome.
Satu sel-sel tubuh kita yang terinfeksi bisa menghasilkan jutaan anak-anak virus, semua itu membawa copies dari original genome, yaitu semua DNA yang terdapat pada virus induknya.
Tapi, saat sel tubuh kita memperbanyak genome, kadang-kadang terjadi kesalahan, umumnya hanya 1 dari 30.000 “surat” RNA. “Salah ketik” inilah yang dikenal sebagai Mutasi.
“Jadi mutasi adalah perubahan kecil yang bersifat acak pada materi genetik virus, yang terjadi ketika terjadi proses replikasi (reproduksi),” ungkap Arie Karimah.
Ketika virus menyebar dari orang ke orang maka mutasi-mutasi itu akan terkumpul secara acak. Berikut contoh genome dari salah seorang pasien di Wuhan yang identik dengan kasus pertama. Perbedaan atau mutasinya hanya terjadi pada surat ke 186, yang tertulis u bukan c.
Setelah beberapa bulan menginfeksi dan menyebar, maka sebagian genome virus sudah mengalami berbagai mutasi. Selama pandemik telah terdeteksi lebih dari 4.000 mutasi di area spike protein.
Bagian genome yang sudah mengumpulkan banyak mutasi bersifat lebih fleksibel. Mereka dapat mentoleransi perubahan urutan genetik mereka tanpa membahayakan eksistensi virus itu sendiri, sedangkan bagian yang hanya mengalami sedikit mutasi justru lebih rentan.
Mutasi pada bagian ini mungkin bisa saja menghancurkan virus, karena menyebabkan perubahan yang membahayakan pada bagian proteinnya. Bagian ini sering dijadikan sebagai target cara kerja obat antivirus.
Mutasi genome virus covid sebanyak 10 atau kurang dianggap biasa, dan hanya sedikit virus yang mengalami mutasi lebih dari 20, kurang dari seperseribu dari total genome. Posisi dan banyaknya mutasi yang telah terjadi bisa diketahui dengan cara sequencing genomes. (FNN)
***
Penulis wartawan senior FNN.co.id