Apakah sikap seperti ini sesuai dengan syariat Islam atau hawa nafsu setan?
Pernyataan dan pertanyaan di atas tentu tidak akan diterima oleh mereka yang sudah terbiasa hidup mengejar kekayaan dan jabatan hanya mengandalkan modal ilmu agama sebagai “lidah” menjilat pantat penguasa agar mendapat remah-remah kekuasaan.
Inilah salah satu fakta manusia akhir zaman. Mereka menjual ayat-ayat Allah demi mendapat sesuap nikmat dunia dari penguasa zolim.
Mungkin yang merasa tersindir dengan tulisan ini tidak akan menerima, bahkan akan marah. Jika ada yang marah, mungkin karena mereka terbiasa seperti itu.
Jika ada yang balik menyerang, mungkin ia tidak mau ketahuan boroknya. Namun, jika ia tak bergeming, tidak tersentuh imannya, dan pura-pura tidak merasa, bahkan semakin fokus untuk menjilat penguasa dengan bekerja serius membela orang kafir dan munafik. Saat bersamaan, ia menyerang dan memusuhi orang mukmin dan kaum muslimin yang menentang dan selalu kritis pada majikannya. Sikap seperti itu menunjukkan ia sudah tertipu dunia, lupa akhirat, dan benci kematian.
Wahai umat Islam, ulama, politisi muslim, dan cendekiawan muslim yang sudah dibelenggu cinta jabatan dan kekayaan, berhentilah menjual ayat-ayat Allah dan berhentilah mengatasnamakan agama!
Cukuplah kalian jujur mencintai dunia sepenuh hati tanpa menjadikan agama sebagai alat dan legitimasi meraih uang dan kuasa. Itu lebih baik daripada berlindung di balik topeng agama. Itu pun jika kalian tetap tidak mau kembali kepada Allah, Rasul, dan orang-orang mukmin.
Jangan sampai kalian lebih membela dan mencintai “anjing-anjing” kafir yang sudah jelas-jelas membenci dan memusuhi Islam dan umatnya, daripada saudara sesama muslim yang begitu sungguh-sungguh menjaga mesjid dan ajaran Islam.
Kalau kalian tetap lebih memilih wanita kafir dan anjingnya yang sudah jelas-jelas melecehkan tempat suci, ajaran Islam, dan kaum muslim, maka mintalah pada orang kafir agar kau kelak dijauhkan dari murka Allah dan dahsyatnya siksa di Neraka.
Teruslah bela orang yang menistakan agamamu, setelah itu tunggu sakaratul maut! Bagaimana cara malaikat mencabut nyawamu? (QS. 48/27). Wallahu a’lam (*)
*Penulis: Uus Rusad (Sastra Pembebasan)
(swa)