Kemerdekaan yang diperjuangkan, kita kotori dengan kerusakan. Kita khianati perpecahan. Nilai-nilai kejujuran kita kubur, diganti kedustaan dan kecurangan. Pengorbanan diubah jadi badut religionomik dan kemewahan.
Bahkan, gaung pecah belah juga datang dari, yang katanya penyampai agama. Seenaknya mengkerdilkan lagu kebangsaan. Mengkerdilkan jasa dan ajaran Ulama-ulama terdahulu.
La haula wala quwatta illa billah. Kita butuh sosok pemersatu. Butuh dakwah-dakwah sejuk tapi tetap tegas, yang menembus jiwa-jiwa. Mampu menahan syahwat popularitas, menjaga jarak dengan penguasa. Mengingatkan kedzaliman yang makin telanjang.
Bukan malah mengusik amaliah sesama umat Muslim yang sudah terkoyak ukhuwahnya. Hentikanlah pancingan opini yang melahirkan saling caci antar umat.
Melempar provokasi murahan dengan menjual dalil. Menebar pecah belah dalam tausiah. Kalian bidah. Kamilah yang benar, kami ahli surga. Malaikat dianggap tak ada.
Sedang sang penjaja, terkenal bukan dari kiprah dan pengorbanan. Tapi muncul tiba-tiba, tenar dadakan, dari polesan media. Persis pola pencitraan politisi.