Sebelum Resolusi Jihad, muncul Fatwa Jihad. Lalu, muncul pertempuran 10 November yang ditetapkan Hari Pahlawan.
Di Pesantren Buntet, ada juga yang menyebut Buntet Pesantren, menjadi markas latihan Laskar Hizbullah, Sabilillah, dan pasukan PETA.
Kiai Abbas membentuk dua regu Laskar Santri bernama Asybal dan Athfal. Cikal bakal militer di Indonesia lahir dari pasukan yang dibentuk para Kiai, begitu kisah tutur yang kerap kita dengar dari para pendahulu.
Sebetulnya agak heran juga. Kenapa para Jenderal militer Indonesia bukan dari kalangan kiai, ya. Barangkali, itulah tawadhu’ dan satu wujud keikhlasan para ulama terdahulu.
Lebih senang berjuang senyap, tak mau woro-woro, apalagi klaim itu ini. Selalu berbuat tanpa pamrih. Padahal sejarah perlawanan dahsyat mengusir penjajah lahir dari komando para Kiai.
Kita ingat sejarah Resolusi Jihad yang ditulis KH Hasyim Asyari: mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut hukum Agama Islam, termasuk satu kewadjiban bagi tiap-tiap orang Islam.
Cendikiawan Muslim Dr Adian Husaini, dalam satu catatannya menyebut, jauh sebelum Resolusi Jihad, di abad ke 18 telah terbit kitab jihad yang menjadi inspirasi gerakan jihad di Nusantara dalam melawan penjajah. Kitab tersebut, menurut Adian, ditulis Syeikh Abdu Somad al-Palimbani ulama dari Palembang, yang menulis buku Nasihat al-Muslimin wa Tazkirawat al-Mukminin fi Fadhail al-Jihad fi Sabilillah.