Eramuslim.com – dahulu ketika diselenggarakan pertemuan putra putri pahlawan Indonesia. Mereka menilai Indonesia mengalami masalah persatuan, kesejahteraan, dan keamanan. Pun kemiskinan, pengangguran, dan ketidakadilan.
Patut kiranya mengenang para pejuang dan pahlawan kemerdekaan. Terutama mengingatkan kembali jasa-jasa ulama terdahulu dan para santrinya.
Sejarah, lambat laun makin dikubur. Bahkan, terus dibelokan. Padahal kemerdekaan Indonesia ditopang perjuangan kaum santri dan barisan Kiai yang menyelamatkan negeri.
Kisah perjuangan para kiai dan santri, kian sirna dalam narasi sejarah Indonesia. Sejenak, kita tengok sklumit jejak mereka, dirangkai dari pelbagai sumber: tulisan maupun kisah tutur.
Bangsa ini punya KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asyari. Dua ulama, dari satu guru, kiai besar Indonesia. Pendiri Muhammadiyah dan Nadhlatul Ulama, NU. Bukan saja mencerdaskan masyarakat pribumi ketika itu.
Namun, berdirinya Ormas Islam terbesar itu juga berperan sangat besar dalam melawan penjajah dan arus kristenisasi yang ditopang Belanda. Tapi, itu dulu.
Dulu, bangsa ini juga punya Kiai Subchi Parakan, dikenal dengan Kiai Bambu Runcing. Ada pula KH Abdullah Syafii, dijuluki Singa Betawi. Kiai Abbas Buntet Cirebon, kiai rujukan dalam strategi perang kemerdekaan.
Sejarah juga mencatat, dahsyatnya perjuangan Laskar Hizbullah yakni tentara rintisan para ulama Ahlussunah Wal Jamaah yang juga berandil besar dalam peperangan 10 November 1945.
Tentara Hizbullah kebanyakan para santri, dipimpin langsung KH Hasyim Asyari Jombang. Secara militer dipimpin KH Zainul Arifin Tasikmalaya dan KH Abbas Abdul Jamil dari Buntet Pesantren.