Rasa aman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Akan tetapi, masyarakat luas saat ini sangat sulit mendapatkan rasa aman tersebut. Tindak kriminalitas dengan berbagai motif serta tanpa memandang siapa korbannya, terus terjadi dimanapun dan kapanpun. Maka wajar, tingkat kecemasan masyarakat terus meningkat. Aksi main hakim sendiri pun menimbulkan tindak kriminalitas baru, menanamkan dendam pada kedua belah pihak dan akhirnya masalah tak pernah berujung pada perdamaian.
Pelecehan seksual di transportasi umum, pemerkosaan yang berujung pada kematian korban, pencurian, perampokan Bank, pemalakan oleh kalangan preman dan berbagai tindak kejahatan lainnya seolah selalu menjadi berita wajib setiap pagi dalam media cetak maupun media elektronik. Razia preman, pemberian hukuman penjara dan denda terhadap tersangka ternyata tak berujung pada jera. Bukan hanya itu saja, kini aparat keamanan yang seharusnya menjadi perisai keamanan, menjaga masyarakat pun ikut menjadi korban.
Tiga bulan terakhir dalam Juli-September telah terjadi 22 kasus penembakan dan 5 korban diantaranya adalah anggota Polri. “Bagaimana polisi bisa melindungi masyarakat, jika melindungi dirinya sendiri tidak bisa. Ironisnya lagi kasus-kasus penembakan terhadap polisi tak kunjung terungkap,” tandas Neta S. Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) saat dihubungi LICOM, Jakarta. (www.lensaindonesia.com)
Seringkali kita temui bahwasanya kasus demi kasus menjadi trend topic dimasanya, dengan kata lain kejahatan yang terjadi seolah adalah sebuah tren kejahatan yang kemudian ditiru oleh para pelaku lainnya. Kasus teror terhadap polisi hanya dalam hitungan minggu terulang diberbagai tempat yang berbeda. Motif kejahatan ini memang variatif, terlebih pelaku belum juga tertangkap. Entah karena para pelaku sudah ekspert dibidangnya atau memang penanganan kasus ini kurang diseriusi. Sampai pada akhirnya, keluar opini bahwa kejahatan yang menimpa polisi merupakan salah satu bentuk kekecewaan masyarakat terhadap kinerja mereka. Institusi yang seharusnya banyak berpengaruh dalam perdamaian dan keamanan, tidak jarang anggotanya tertangkap basah melakukan kecurangan yang fatal. Penegakan hukum yang tebang pilih akhirnya menimbulkan dendam. Jadilah anggota polri sasaran kemarahan, meskipun korban yang berjatuhan mungkin saja orang-orang bersih yang tidak banyak tahu apa-apa.
Hari demi hari, semakin menunjukkan bahwasanya upaya penyelesaian yang dicanangkan oleh pemerintah hanya sebuah solusi parsial dan tidak menuntaskan problematika. Oleh karena itu, saatnya kini untuk kita semua membuka mata hati dan pikiran, bahwa hanya ada satu solusi hakiki yang fundamental, yaitu Islam. Islam memiliki solusi konkrit, bukan hanya berbicara perihal ibadah melainkan ranah kehidupan secara menyeluruh. Islam memiliki aturan kehidupan, mulai dari kasur sampai dapur, mulai dari pagi hingga petang, mulai dari kebutuhan primer dan sekunder, termasuk didalamnya keamanan dan perdamaian.
Kriminalitas karena alasan desakan ekonomi dapat diselesaikan dengan ekonomi Islam, dimana tidak melihat pada siapa yang memiliki modal saja. Akan tetapi, lebih kepada potensi yang ada kemudian dikembangkan dan hasilnya didistribusikan secara adil merata. Kejahatan akibat degradasi moral, motif balas dendam, akan luntur dengan sendirinya karena kesadaran iman bahwasanya setiap tingkah laku kita selalu dilihat dan dicatat, tak akan luput meski hanya semili detik saja. Tindak pelecehan dan penyelewengan akan menerima kontrol masyarakat yang tinggi kesadarannya. Hawa nafsu bukanlah hal yang untuk dikedepankan melainkan dihindarkan dan dilenyapkan dari dalam diri. Serta berbagai alasan lainnya pasti mampu diselesaikan oleh Islam. Meskipun pada akhirnya terdapat pelanggaran, pelaku akan menerima hukuman yang setimpal, dimana pelaku pasti jera dan orang lain akan berpikir berjuta kali untuk melakukan hal yang sama.
Wallahu alam..
Dhanti Hanifa Muslimah
Mahasiswi Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran
Penulis merupakan staf departemen Propaganda LDK DKM UNPAD