Dalam proses pulang kerumah, dirinya menundukkan badan meminta maaf pada umat yang selama ini dia sakiti. Satu persatu ia datangi dan menyodorkan tangan untuk bersalaman. Dirinya terlihat bersalah, mengucap maaf dan berterima kasih atas pengobatan yang di lakukan.
Pesan umat yang menolongnya,
“bertobat…jangan ulangi lagi perbuatan hina itu.”
Dirinya pulang dengan diantar oleh jemaah masjid. Sampai dirumahnya, jemaah masjid yang mengantarnya masih membantu menurunkan sepeda motornya. Sekali lagi, ia meminta maaf dan berucap terima kasih pada jemaah yang menolongnya.
Semuanya berjalan normal..hingga keesokan harinya muncul pemberitaan bahwa ada penculikan, dari pengembangan kasus ada 2 orang yang di jadikan tersangka.
Jemaah masjid dan pengurus masjid tempat lelaki hina itu di rawat kaget. Pelayanan yang mereka lakukan, ternyata di anggap penganiayaan. Ada tuduhan penculikan, padahal mereka membawa ke lokasi untuk merawat luka seperti korban lainnya.
Lelaki hina itu telah diberikan pilihan, kembali menjadi manusia benar atau menjadi manusia hina yang paling dalam.
Dan ia telah memilih menjadi lebih hina dari sebelumnya.
Jemaah masjid tempat lelaki itu dirawat, meminta dipertemukan dengan dirinya. Jemaah masjid ingin menatap wajah si pria hina ini kala berkata ada penculikan. Mereka ingin menatap wajah orang yang di tolong, lalu melakukan tuduhan pada orang yang menolongnya.
Jika penculikan, mengapa ia harus dikembalikan dan diantar ke rumah?
Belum ada sejarah seorang penculik mengembalikan korbannya dengan selamat tanpa ada tuntutan apapun. (*)
*Penulis: Setiawan Budi
(sumber)