Kalau ada waktu dan minat, coba Anda amati tingkah-laku oknum-oknum kepolisian di kawasan pedesaan. Para oknum itu ikut menggiring-giring dukungan untuk Pak Jokowi.
Tempohari, sekitar Agustus-September, jelas-jelas para petugas kepolisian ikut melakukan persekusi terhadap berbagai kegiatan deklarasi #GantiPresiden. Kegiatan yang legal dan demokratis ini dilakukan oleh para pendukung oposis di sejumlah daerah.
Nah, bagaimana pendapat Pak Goenawan Cs tentang polisi yang ikut melakukan persekusi? Bukankah kondisi seperti ini sangat memprihatinkan? Tentu saja iya.
Tapi karena Anda mengidolakan Jokowi, semua itu tak terasa sebagai tindakan anti-demokrasi dan sewenang-wenang.
Terus, coba Anda perhatikan macam-macam ‘abuse of power’ (penyelewengan kekuasaan) yang dilakukan oleh Jokowi secara terang-terangan. Lihat bagi-bagi sertifkat tanah yang dilakukan pada masa kampanye pilpres saat ini. Lihat juga tindakan beliau menggratiskan jembatan Suramadu. Bacalah berita-berita tentang “dukungan sukarela” dari para gubernur dan bupati kepada Jokowi.
Bukankah ini cara-cara Orde Baru yang telah kita koreksi, Pak Goenawan, Cs? Saya yakin kita sepakat bahwa rezim Jokowi meniru itu.
Tapi karena Anda mengidolakan Jokowi, semua itu tak terasa sebagai tindakan anti-demokrasi dan sewenang-wenang.
Itulah segelintir contoh tentang keotoriteran yang berkembang pesat saat ini, Pak Goenawan Cs. Pak Amien Rais berusaha menentang itu dengan segala daya upaya beliau. Heran sekali kalau Anda berlima tidak melihat keotoriteran itu sebagai penyimpangan dari prinsip reformasi PAN.
Terakhir, coba Anda semua amati fenomena perlawanan rakyat terhadap rezim yang juga sedang dilawan oleh Pak Amien. Di mana-mana anak-muda dan orang dewasa sengaja memamerkan ‘dua jari’ ketika ada sesi foto bersama Jokowi. Lihat juga kampanye-kampanye Jokowi, indoor atau outdoor, yang sering kosong. Banyak kursi kosong. Orang tak mau datang. Tengok juga foto-foto atau video tentang Reuni 212 belum lama ini.