Surat Terbuka Prof. Saldi Isra Pada Jokowi Soal Ketidakpedulian Presiden Atas Pelemahan KPK

salsiEramuslim.com – Ahli hukum tata negara yang juga aktivis anti korupsi, Prof Saldi Isra marah karena Presiden Jokowi cuek saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diobok-obok. Pada sisi lain, Jokowi justru memberikan perhatian lebih pada kasus Papa Minta Saham yang menyeret nama Ketua DPR, Setya Novanto. Inilah isi surat Prof Saldi Isra yang ditulis dan dikirimkan ke Presiden Jokowi.
Ulu Gaduik, 09 Desember 2015
 
Kepada
Yth. Bapak Joko Widodo Presiden RI
 
Bapak Presiden…
Sebagai warga negara, saya sangat senang ketika Bapak murka kepada pejabat tinggi negara yang terindikasi mencatut nama Bapak dan nama Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam proses perpanjangan kontrak Freeport.
 
Kami saksikan di layar televisi, dengan suara bergetar dan tangan gemetar menahan amarah, Bapak menujukkan bagaimana semestinya seorang Presiden bersikap di tengah “sandiwara” sebagian anggota Badan Kemormatan DPR berupaya melindungi sang petinggi negara.
 
Saya (dan mungkin juga mayoritas warga negara yang lain) menilai bahwa kemurkaan Bapak tersebut adalah bentuk kemarahan yang konstitusional.
 
Sayang sekali, Bapak tidak pernah menujukkan sikap serupa ketika lembaga yang sejak tahun 2003 menjadi lokomotif agenda pemberantasan korupsi di Negeri ini diterpa gelombang maha-dahsyat. Buktinya, di awal tahun 2015, ketika dua orang pimpinan KPK (Bambang Widjojanto-Abraham Samad) dijadikan tersangka.
 
Setelah itu, Novel Baswedan seorang penyidik senior KPK juga mendapat perlakuan serupa. Padahal, banyak kalangan menilai proses hukum kepada mereka merupakan alasan yang bisa dikatakan hanya dicari-cari.
 
Namun, Bapak tidak menunjukkan sikap tegas melindungi KPK dan orang-orang yang telah mewakafkan diri mereka mewujudkan gagasan besar mengurangi laju praktik korupsi di Negeri ini.
 
Bapak Presiden…
Jikalau dalam skandal pencatutan nama Bapak dan nama Wakil Presiden Jusuf Kalla Bapak murka begitu rupa, harusnya sikap serupa juga Bapak tunjukkan dalam tragedi yang menimpa KPK.
 
Sebagai warga negara, pandangan demikian hadir karena Bapak berhutang kepada kami warga negara melalui untaian pohon janji yang dituliskan dan digoreskan dengan baik dalam Nawa Cita.
 
Secara terang-benderang, dalam Nawa Cita, Bapak berjanji memprioritaskan pemberantasan korupsi dengan memperkuat KPK. Tidak hanya itu, Bapak juga berjanji akan mendukung KPK.
Mestinya, dengan membaca komitmen sebagaimana tertuang dalam Nawa Cita tersebut, tak ada alasan untuk tidak melakukan langkah darurat menyelamatkan KPK. Namun entah apa yang sesungguhnya terjadi, kami tidak melihat langkah darurat dan langkah nyata penyelamatan yang berpihak kepada KPK.
 
Padahal, bagi kami sebagian warga negara yang menyadari betul bahaya korupsi, menyelamatkan KPK merupakan bentuk nyata menyelamatkan masa depan agenda pemberantasan korupsi.
 
Bapak Presiden…
Di tengah situasi darurat yang melanda KPK, saya masih berharap Bapak menujukkan sikap tegas menolak revsi UU KPK. Paling tidak, Bapak berupaya menunda sampai sentimen negatif dari sebagian kekuatan politik di DPR jauh berkurang dibandingkan saat ini.
 
Dalam batas penalaran yang wajar, pilihan ini menjadi semacam keniscayaan karena dengan sentimen negatif tersebut langkah merevisi UU KPK sangat mungkin menjadi strategi lain untuk melumpuhkan KPK.
 
Kekuatiran ini memiliki alasan yang amat kuat karena suatu ketika pernah terungkap keinginan sebagian kekuatan politik DPR untuk membatasi KPK hanya berusian 12 tahun saja. Tidak hanya itu, wewenang penyadapan KPK menjadai incaran sejumlah politisi untuk dihilangkan.
 
Paling tidak wewenang ini dibatasi sedemikian rupa. Perlu Bapak ketahui, membatasi sedemikian rupa dan apalagi menghilangkan wewenang penyadapan, KPK akan berubah menjadi lembaga seekor burung yang patah sayap.
 
Dorongan agar menghentikan atau paling tidak menunda revisi UU KPK hanya demi memenuhi janji Bapak dalam Nawa Cita. Dalam soal ini, silakan Bapak membaca kembali Nawa Cita ihwal komitmen penegakan hukum huruf h yang secara eksplisit menyatakan berkomitmen menolak segala bentuk pelemahan KPK.
 
Komitmen Bapak ini muncul karena menyadari bahwa KPK merupakan tumpuan masyarakat di dalam memberantas korupsi. Mestinya Bapak sadar, bilamana revisi terjadi, pelemahan KPK tidak bisa dihindari.
 
Bapak Presiden…
Surat ini dibuat dini hari pada penanggalan hari anti korupsi sedunia. Sebagai warga negara, saya perlu menyampaikan dan mengingatkan bahwa Bapak berhutang pada agenda pemberantasan korupsi.
 
Saya percaya, salah satu pertimbangan penting para pemilih memilih Bapak sebagai Presiden di dalam Pemilu 2014 lalu adalah komitmen tinggi terhadap KPK dan agenda pemberantasan korupsi.
 
Jujur saja, dari semua calon presiden yang pernah ada sejak rejim pemilihan langsung, presiden dan wakil presiden, goresan dalam Nawa Cita dapat ditasbihkan sebagai untaian janji yang paling tegas terhadap KPK dan agenda pemberantasan korupsi.
 
Sebagai salah seorang yang pernah diganjar dengan anugerah Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA), apakah Bapak Presiden Jokowi siap dicatat dalam sejarah bahwa KPK mati dalam periode Bapak sebagai presiden?
 
Di penghujung surat ini, saya hanya bisa berharap, Bapak menyisakan sedikit waktu untuk membaca goresan ini. Harapan sesungguhnya, imaji antikorupsi hidup lagi sehingga Bapak juga murka melihat masa depan agenda pemberantasan korupsi sedang berada dalam ancaman yang sangat serius.
 
Salam hormat saya,
S A L D I I S R A (ts/pm)