Berikut surat terbuka Anthony Budiawan dan Gede Sandra yang berisi minta penjelasan kepada Mneteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati:
Menteri Keuangan. Kami mewakili sekelompok dan sekaligus selaku pelanggan jasa telekomunikasi pasca bayar yang menggunakan kartu pulsa dan tentu saja kartu perdana. Terus terang kami dibuat bingung dengan berita pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) pulsa dan kartu perdana beberapa waktu yang lalu.
Pengenaan PPN Kemudian diperkuat dengan Peraturan Menteri Keuangan PMK No 6/PMK.03/2021. Menteri Keuangan menegaskan bahwa peraturan ini hanya untuk menyederhanakan pungutan PPN antara lain untuk pulsa dan kartu perdana sampai penyelenggara distributor tingkat kedua, sekaligus untuk memberi kepastian hukum.
Namun, setelah mencermati PMK di maksud di atas kami perlu menyampaikan beberapa hal:
Pertama, di dalam PMK tidak terdapat rujukan peraturan lama yang perlu disederhanakan, sehingga masyarakat menanggapinya sebagai pajak baru. Untuk itu, mohon Menteri Keuangan yang terhormat berkenan memberi peraturan lama sebagai bahan sosialisasi kepada sekelompok masyarakat yang berkepentingan.
Kedua, karena tidak ada rujukan peraturan lama, pasal 2 menyiratkan Pulsa dan Kartu Perdana (ayat 2), fisik maupun elektronik (ayat 3), dikenai PPN (ayat 1), yang berlaku per 1 Februari 2021, sebagai pajak baru.
Pasal 4 ayat (1) menegaskan bahwa PPN dikenakan hingga pelanggan seperti dimuat di huruf b dan c:
PPN dikenakan oleh:
b. Penyelenggara Distribusi Tingkat Pertama kepada Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua dan/ atau pelanggan telekomunikasi;
c. Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua kepada pelanggan telekomunikasi melalui Penyelenggara Distribusi Tingkat Selanjutnya atau pelanggan telekomunikasi secara langsung; dan
d. Penyelenggara Distribusi Tingkat Selanjutnya.
(1). Memang benar pihak yang pungut sampai penyelenggara distribusi tingkat kedua seperti tercantum pada Pasal 4 ayat (2) huruf b dan c: PPN yang terutang atas penyerahan:
b. Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dipungut oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Pertama; dan
c. Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dipungut oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua.
Tentu saja pungutan dan pengenaan PPN merupakan dua hal berbeda. Sebagai informasi, masyarakat pelanggan tidak tertarik dengan mekanisme pungutan PPN. Masyarakat pelanggan hanya tertarik apakah pulsa dan kartu perdana dikenakan PPN, yang ternyata memang dikenakan hingga pelanggan seperti diuraikan di atas. Menteri Keuangan yang terhormat, mohon penjelasannya apakah interpretasi masyarakat sudah benar, bahwa PPN pulsa dan kartu perdana dikenakan hingga pelanggan.
Terlepas dari itu semua, kami juga bertanya-tanya apakah benar pulsa dan kartu perdana merupakan barang kena pajak. Menurut pandangan kami, seharusnya pulsa dan kartu perdana bukan barang kena pajak. Alasannya sebagai berikut:
Satu, pulsa dan kartu perdana bukan merupakan barang konsumsi tetapi hanya sebagai sarana menyimpan (semacam dompet) uang, dengan nilai tertentu, yang dapat dibelanjakan untuk melakukan panggilan telpon atau data (internet), setelah dompet tersebut diaktifkan. Sedangkan kartu perdana, yang berisi nomor telpon, adalah sarana (bersama telpon genggam) untuk melakukan pemanggilan telpon atau akses data (internet).