Tapi sebagai orang beragama, saya yakin sampeyan pasti paham dan mengerti benar, bahwa sumpah ini juga disaksikan para malaikat juga Allah Tuhan Yang Maha Berkuasa lagi Maha Perkasa. Allah akan minta pertanggungjawaban pelaku sumpah ini di akhirat kelak. Allah juga telah sediakan balasan, baik siksa yang amat pedih maupun ganjaran kenikmatan, atas orang yang bersumpah ini. Dan, semua balasan itu abadi, kekal, tidak berkesudahan. Tidak seperti masa jabatan di Indonesia yang maksimal hanya dua periode alias 10 tahun. Sungguh suatu sumpah yang tidak boleh dan bisa dianggap main-main.
Atau, barangkali, maaf, sampeyan berpendapat, ah itu kan di akhirat. Masih lama. Masih bisa tobat, minta ampun kepada Allah. Tunggu dulu. Tidak ada yang tahu, kapan kiamat akan terjadi. Jangankan kiamat, setiap kita pun, tentu saja, termasuk sampeyan, tidak tahu kapan akan mati. Siapa yang bisa menjamin, sampeyan akan tetap hidup setelah menandatangani Inpres tersebut? Ndak ada, kan?
Kalau sebagai Presiden sampeyan mau membantu menyelamatkan BPJS, masih ada bahkan banyak cara lain. Misalnya, sepertinya yang dipaparkan ekonom senior Rizal Ramli. Dia punya jurus-jurus jitu untuk menyelematkan BPJS tanpa harus memberatkan rakyat. Ndak perlu saya ulang di surat terbuka ini. Sampeyan bisa perintahkan staf googling untuk mencarinya.
Jadi, mas Joko please, deh, jangan terbitkan Inpres superngawur itu. Kalau semua ini terjadi, kasihan saya, saudara saya, tetangga saya, kenalan saya. Kasihani penduduk Pulau Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Maluku, Sulawesi, Papua, dan peduduk ratusan pulau lain. Kasihanilah kami, mas. Kasihanilah rakyat Indonesia!
Atau, paling tidak sampeyan kasihanlah pada diri sendiri. Soale, siksa Allah tidak selalu dan tidak harus terjadi di akhirat. Allah Maha Mampu dan bisa saja menimpakan azabNya sejak yang bersangkutan di dunia.
Dah, gitu aja! (*)
Jakarta, 15 Oktober 2019
*Penulis: Edy Mulyadi (wartawan senior)