Eramuslim.com – Sejumlah pihak yang tergabung dalam Yayasan Lavender Indonesia meneriakkan keluh kesah mereka terkait larangan penggunaan alat ECCT buatan Prof Warsito. Alat itu diketahui mujarab untuk mengatasi penyakit kanker di Indonesia.
Namun herannya, meski diketahui mujarab, praktek Prof Warsito yang dinamakan ECCT itu justru dibungkam. Dengan dalih belom memperoleh izin, Warsito dan timnya dilarang membuka praktek.
Terkait hal tersebut, Indira Abidin seorang penerima anugrah kanker dan Ketua Yayasan Lavender Indonesia mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi. Surat itu berupa permohonan agar Presiden tetap mengizinkan alat ECCT dapat digunakan bagi pasien kanker di Indonesia.
Berikut surat terbuka tersebut:
SURAT TERBUKA UNTUK BAPAK PRESIDEN RI, JOKO WIDODO
Bapak Presiden yang sangat kami hormati, semoga Bapak selalu sehat wal afiat, sehat lahir batin, bebas dari penyakit apapun.
Kesehatan adalah hak asasi setiap rakyat Indonesia. Dengan sehat kami bisa berkreasi, membangun keluarga, membangun masyarakat dan bangsa. Sayangnya, sehat ini susah didapatkan di Indonesia, terutama bagi kami penerima anugerah kanker.
Ada 4,3 penerima anugerah kanker per 1.000 penduduk Indonesia. Namun hanya ada 0,6 tempat tidur dan 0,2 dokter per 1.000 penduduk untuk melayani berbagai macam penyakit, tidak hanya penyakit kami. Belum lagi kanker adalah penyakit yang cepat sekali mengambil nyawa kami.
Banyak di antara kami yang merasa depresi, bahkan hampir bunuh diri, mendengar diagnosa kanker. Pengobatan susah didapat, apalagi di daerah. Bahkan bagi kami yang kebetulan tinggal di kota, punya uang, dan mampu berobat, tak ada dokter yang dapat menjamin kesembuhan kami. Bahkan di Amerika yang sangat siap melayani pun, tingkat survival 5 tahun untuk kanker payudara hanya 11% (SEER).
Bagaimana kami tak merasa ajal semakin dekat?
Di tengah gelap ada cahaya.
Ada ECCT, inovasi jaket listrik yang mampu mengacaukan pembelahan sel kanker dengan daya rendah. Dari 3.183 pengguna ECCT, 1.530 membaik kondisinya dan 1.314 lainnya sukses menghambat pertumbuhan kankernya.
Satu hal yang menyentuh hati kami, 51,74% pengguna ECCT adalah mereka yang tak lagi dianggap punya harapan oleh dokter. Dan ECCT bisa memberi harapan bagi mereka.
Alhamdulillah.
Sayangnya, sama seperti nasib Gojek, semua inovasi pasti dihadang oleh industri yang sudah mapan dan kesenjangan hukum yang tak bisa mengejar kecepatan inovasi. ECCT digugat dan kini kliniknya ditutup. Tiba-tiba harapan itu hilang, cahaya itu padam.
Pak Jokowi,
Bapak sudah dengan sangat baik membantu Gojek tetap ada. Kini, bantulah kami membangun harapan, menyalakan cahaya. Bantulah kami agar ECCT dapat tetap dinikmati oleh rakyat yang tak lagi punya harapan. Agar kami dapat kembali membangun keluarga, masyarakat dan bangsa.
Kami sangat menghormati proses perlindungan yang dilakukan Kemenkes, tapi nyawa kami tak bisa lama menunggu. Tak bisa lama menunggu Indonesia siap obati kami, tak bisa menunggu birokrasi siap hadapi inovasi.
Kalau sampai.. kalau sampai.. suatu hari Bapak menerima kabar bahwa orang-orang yang Bapak kasihi tak lagi punya harapan, dan hanya ECCT yang bisa memberikan harapan, bukankah Bapak berharap ECCT ada untuk membantu mereka?
Bantulah kami Pak, agar kalau.. kalau sampai kemungkinan itu terjadi, ECCT dapat membantu siapapun yang Bapak kasihi untuk berusaha sembuh dari kanker.
Terima kasih banyak.
Kami sangat percaya, Bapak dapat menyalakan kembali cahaya harapan jutaan penerima anugerah kanker di Indonesia.
Jakarta, 1 Januari 2016
Indira Abidin, Penerima Anugerah Kanker & Ketua Yayasan Lavender Indonesia
(ts)