Salah satu kacamata datuk kita masih ada disimpan oleh Paman Fadli Zon di perpustakaannya di Jl. Danau Limboto, Bendungan Hilir. Kalau tak salah Paman itu mendapatkannya dari Ibumu.
Ibumu sempat aktif dulu di Partai Gerindra, kemudian karena sesuatu dan lain hal, beliau memutuskan keluar. Mungkin saat lagi akrab-akrabnya di Gerindra itu dulu, koleksi kacamata kakekmu jatuh ke tangan Paman Fadli Zon.
Itu yang terus menerus dilakukan Datuk sepanjang usianya; membaca, membaca, dan membaca. Puluhan ribu koleksi Buku Datuk di Rumah Diponegoro. Bahkan di kampung kita, perpustakaan kotanya bernama Perpustakaan Muhammad Hatta.
Mungkin engkau belum lahir ketika Datuk masih hidup. Jadi tak pernah berinteraksi langsung. Sama lah kita. Karena itu yang tersisa pada diriku terobsesi menjadi seperti Datuk kita.
Aku membaca buku-buku datuk, aku memakai peci ala Datuk. Memakai kacamata model seperti datuk. Membaca buku-buku yang Datuk sebut dalam buku-bukunya. Berusaha sekeras mungkin bisa disiplin waktu macam datuk. Amboy susahnya.
Datuk kita juga yang mengeluarkan Wakil Presiden Maklumat X, maka menjadi berparlemen lah kita. Datuk mengeluarkan lagi maklumat 3 November 1945, maka didirikanlah partai-partai politik di Indonesia. Mekarlah tradisi berpartai di Indonesia, hingga pasang surut sejarah kepartaian kita sampai seperti sekarang ini. Datuk kitalah yang memulai semuanya untuk kali pertama.