Assalamu’alaikum saudaraku…
Maaf, jika perbedaan pendapat di antara kita selama ini menciderai hubungan kita. Maaf, jika cara kami menasihati seringkali menyakitkan hati. Maaf, jika kami terkesan sangat memaksakan kehendak agar kau bisa sejalan dengan kami.
Tapi…
Kalaulah kalian ingin tahu… apa alasan kami melakukan ini. Jawab kami hanya satu: “karena kami merasa kita bersaudara dalam aqidah yang sama. Kami mencintai kalian karena Allah. Dan kami ingin berkumpul dengan kalian lagi di surgaNya.”
Selama ini… kita meyakini 1 tuhan yang sama. Kita mengucap kalimat syahadat yang sama. Kita bertuhan Allah dan mengucap “asyhadu alla ilaaha illallah.”
Selama ini… kita memeluk islam dan tak ingin menggantinya dengan agama yang lain. Kita terlahir Muslim dan kita juga sama-sama ingin mati dalam keadaan muslim. Bukankah benar begitu?
Dan kita juga punya harapan yang sama… harapan untuk masuk ke dalam surgaNya. Juga harapan untuk bisa selamat dari api nerakaNya.
Lantas…
Belakangan ini kita menjadi berbeda. Kami marah pada penista agama atas nama muslim. Dan kalian memaafkan penista agama juga atas nama muslim. Siapakah gerangan yang benar di antara kita? Islam versi kalian atau islam versi kami?
Mungkin kita perlu untuk duduk bersama dalam majelis ilmu untuk mengkaji ayat-ayat Allah dan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar kita memiliki pemahaman yang utuh terhadapnya. Bukan untuk mencari siapa yang salah di antara kita… tapi untuk mencari kebenaran yang sebenar-benarnya.
Sejenak, kalau lah kita ada dalam satu jamuan yang sama… dimana di jamuan makan itu ada daging ayam, daging sapi dan daging babi. Kemudian kami bilang, “wahai saudaraku, haram bagi kita untuk memakan daging babi selama masih ada daging ayam dan daging sapi…” Apa kami salah berkata demikian? Bukankah kalian sepakat dengan kami dalam hal ini?
Lalu, misalkan…dalam satu jamuan ada kopi, susu, dan khamr. Lantas kami mengingatkan kepada kalian, “wahai saudaraku, mari kita minum kopi atau susu saja… karena Allah melarang kita meminum khamr.”
Ah, nyatanya kita sepakat dalam hal ini bukan? Kita dengar dan kita patuh tanpa banyak bertanya dan menggugat; “Kenapa haram?”, “Definisi babi itu apa dulu? Jangan-jangan yang haram cuma kulitnya?”, “Bukankah khamr juga ada manfaatnya? Banyak orang tenang setelah minum khamr kan?”…
Sebenarnya, begitu pun dengan masalah kita saat ini. Saat ini kami hanya mengingatkan sebagaimana biasanya kita memang saling mengingatkan. Kami hanya memberi tahu bila memang kalian belum tahu. “Wahai saudaraku, jangan memilih yang kafir, selama masih ada yang muslim.”, “Wahai saudaraku, pilihlah yang muslim, karena Allah melarang kita memilih yang kafir.”
Ah, tapi kenapa respon kalian jadi berbeda? Kenapa kalian mendengar tapi kemudian membangkang? Kenapa kalian jadi banyak tanya? “Apa definisi auliya’?” , “Lebih baik mana kafir yang kerjanya bagus atau muslim yang …?” Dan segudang tanya serta pembelaan yang intinya; kalian tidak mau menerima nasihat ini!
Sekarang kami tahu, mengapa ayat melarang babi dan khamr tidak lebih dari 5 kali. Namun ayat larangan memilih pemimpin kafir Allah tulis belasan kali…
Karena nyatanya, tidak mudah bagi kalian untuk menerima nasihat soal ini. Perlu berapa ayat lagi agar kalian mau tunduk patuh terhadapNya?
Ah. Maaf maaf, sekali lagi kami bicara seakan kebenaran hanya milik kami.
Biarlah, kami berlepas diri. Hari ini , dalam bilik suara yang hanya 1x1m itu, hanya ada kau dan Allah. Serta para malaikat yang siap menuliskan apa adanya siapa gerangan pilihanmu. Kelak, cukup bagimu siapkan hujjah yang kuat di hadapan Allah atas apa yang telah engkau putuskan secara sadar. Dan kami pun juga kelak akan membela diri, bahwa kami telah mengingatkanmu saat di dunia dahulu.
Wassalamu’alaikum.
tolong sebarkan ke yg lain terutama muslim yg pilih no : 2