Awal kekecewaan saya adalah ketika pada detik-detik terakhir beliau membatalkan Mahfud MD sebagai calon wakil presiden yang akan mendampinginya. Kabinet sekarang adalah kabinet yang tidak sesuai dengan janjinya yang katanya akan lebih banyak menempatkan menteri-menteri profesional pada bidangnya.
Posisi kabinet dihadiahkan lebih banyak kepada berbagai kekuatan partai politik pendukungnya serta mereka yang memiliki senjata. Kementerian kesehatan, umpamanya, dipimpin oleh seorang dokter tentara yang oleh IDI sendiri sempat dipertanyakan keprofesionalannya. Beliaulah antara lain yang menjadi penyebab utama terlambat dan berlarutnya penanganan kasus Pandemi Covid-19 di negeri ini, ketika negara-negara tetangga kita telah menunjukkan keberhasilannya.
Saat berbagai negeri sedang sibuk meneliti dan berupaya mengembangkan vaksin corona, beberapa lembaga dan bahkan sebuah kementerian memberi kejutan dengan mengumumkan keberhasilan memproduksi obat, bahkan kalung mujarab untuk penyembuh virus corona. Semua itu diumumkan secara terbuka bahkan langsung diproduksi dengan kemasan yang menarik, dan presiden kita diam, seakan merestui hasil hebat “penemuan” itu.
Perencanaan program kartu Pra Kerja yang kurang cermat berujung pada dugaan pemahalan harga yang nyaris dinikmati oleh perusahaan milik anak-anak muda yang keburu diangkat sebagai staf pembantu presiden, bila masyarakat tidak sigap dan segera berteriak.
Begitu cepat setelah Jokowi dilantik, muncul berbagai Undang-Undang dan Rancangan Undang-Undang baru yang bikin banyak pihak tersentak. Yang utama adalah UU No. 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU KPK.
Meski telah terjadi berbagai protes dan keberatan atas UU tersebut, Presiden tidak menggubrisnya. Inilah warisan (Legacy) utama yang akan ditinggalkan Jokowi dalam pelemahan upaya pemberantasan korupsi, bila Mahkamah Konstitusi nantinya menolak mengabulkan gugatan yang sedang dalam proses.
Ada kesan konspirasi antara pemerintah dan DPR untuk menghasilkan berbagai undang-undang secara kilat tanpa memperhatikan aspirasi dan masukan dari publik. Ada RUU Omibus yang sedang dalam proses yang sangat berpihak kepada investor dan nyaris tidak mencerminkan kepentingan rakyat kecil. Juga banyak UU lain yang lolos yang menguntungkan hanya sponsornya, seperti UU Minerba yang bahkan telah menimbulkan korban jiwa dari anak mahasiswa yang demo protes.
Kasus penyiraman air keras kepada seorang penyidik KPK yang sudah berlarut dibiarkan sejak periode 1, berakhir dengan berita sangat mengejutkan. Peranan kejaksaan agung yang merupakan bawahan presiden, tidak mencerminkan tugas sebenarnya sebagai penuntut umum yang mewakili aspirasi rakyat tetapi lebih mengesankan sebagai pembela “terdakwa”.
Ujungnya, pada kasus besar yang mempunyai implikasi luas terhadap upaya pemberantasan korupsi ini, terdakwa dihukum sangat ringan. Ada kesan kuat para pengatur di belakang tindak kriminal ini telah dilindungi identitasnya.
Belakangan masih ada lagi kasus-kasus yang mengesankan pembiaran oleh pimpinan tertinggi negeri ini. Kasus menghilangnya Harun Masiku, fungsionaris PDIP dalam dugaan permainan penggantian antar waktu (PAW) anggota DPR. Kasus koruptor buron Djoko Tjandra yang dibiarkan melenggang dengan bebas di ibu kota dan sampai saat tulisan ini diterbitkan belum tertangkap.