Suatu hal yang ironis terjadi di Indonesia hari ini, seharusnya pemerintah memiliki konsentrasi terhadap kebijakan yang pro rakyat kecil, tetapi kenyataan jauh api dari panggang, rakyat kecil hanya menjadi komoditas politik menjelang pemilu, setelah mereka terpilih maka mereka lupa terdapat rakyat yang memilihnya.
Kebijakkan yang tidak pro rakyat dan sangat ironis itu antara lain di bidang pendidikan. Dimana hari ini masih ada sekitar 20.500 bangunan sekolah SD hingga SMP dalam kondisi rusak berat, 75 – 80 % pelajar dari setingkat SD hingga SMA yang putus sekolah dan 60 % pelajar SMA tak mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi sehingga mereka terpaksa bekerja seadanya atau menjadi penggangguran.
Mengutip pernyataan Kepala Seksi Pemberdayaan TK/SD sekaligus penanggung jawab kegiatan SD Berstandar Internasional (SDBI) yang menyatakan bahwa pemerintah akan memberikan bantuan kepada rintisan SDBI sebesar Rp. 500 Juta pada tahun pertama, Rp. 300 Juta pada tahun kedua dan Rp. 200 juta pada tahun ketiga. SDBI diharapkan nantinya dimiliki masing-masing kota dan kabupaten minimal satu SD.
Suatu kebijakan yang sangat menyakitkan bagi rakyat kecil yang masih belum dapat menikmati pendidikan yang merupakan tanggung jawab pemerintah. Rasa keadilan dan persamaan sebagai sesama warga negara Indonesia seakan-akan tidak berlaku untuk rakyat kecil.
Seharusnya pemerintah menciptakan penyamarataan pendidikan, tidak membedakan sekolah-sekolah yang ada, karena kenyataannya selama ini sekolah-sekolah yang tidak berstandar pun banyak yang melulusan pelajar-pelajar yang berprestasi.
Pengklarifikasian sekolah-sekolah dengan standar-standar seperti hari ini merupakan bukti bahwa pemerintah yang berkuasa hari ini tidak peduli dengan rakyat kecil. Kalau seandainya pemerintah peduli dan benar-benar pro akan nasib rakyat kecil maka harus menghapuskan standarisasi sekolah yang ada.
Jakarta, 13 Dzulhijjah 1429 H
10 Desember 2008 M
PENGURUS BESAR
PELAJAR ISLAM INDONESIA (PII)
PERIODE 2008-2010
ZAKARIA
Ketua